Wednesday, October 17, 2012

  |   No comments   |  

Misery Pagi



Pagi ini saya terbangun dan langsung menyantap sepotong cerpen Dee- Dewi Lestri, penulis tetralogi Supernova, penyanyi "Malaikat Juga Tahu", mantan istrinya Marcell Siahaan, penyanyi lagu "Firasat"- oh ya, kalau kamu sudah nonton Perahu Kertas 2, Dee ini adalah orang yang bertanggung jawab kenapa Kugy, Keenan, Remi, Luhde, Siska, dan Karel terlibat dalam cinta segi enam. Judul cerpennya, Menunggu Layang-Layang.

Isinya sangat klasik. Bercerita tentang sepasang sahabat yang punya karakter bertolak belakang, namun terlibat cinta pada akhirnya.

Cerita itu mengingatkan saya pada cerita cinta October yang tempo hari sempat saya janjikan dalam post sebelumnya. Walaupun sebenarnya cerita October ini tak sesederhana (baca: lebih kompleks) dari cerita yang Dee paparkan.

Sebelum menulis post ini, terlebih dulu saya mandi, lalu menyedu dua sachet Milo dengan air panas, sebagai pengganjal perut sebelum sarapan. Ternyata hasrat saya untuk menulis post ini lebih besar ketimbang suara genderang perut saya yang berontak minta diisi.

Ah ya, saya mulai saja ceritanya...

* * *

Namanya Rahasia.
          Aku baru mengenalnya setahun belakangan. Secara kebetulan dan tidak terlalu berkesan. Tak perlu kusebutkanlah di mana dan dalam rangka apa pertemuan pertama kami itu. Sejauh aku bisa mengingat, saat itu aku sedang bersama beberapa temanku. Jadi wajar kalau aku tak terlalu ingat dia. Hanya ada dia dan pakaian merah dalam ingatanku.

Intinya ini bukan tentang cinta pada pandangan pertama.

Tapi sesungguhnya, Rahasia adalah sosok kharismatik yang sukar diabaikan meski dalam kerumunan banyak orang. Hanya saja, seperti yang sudah kutuliskan tadi, ini bukan tentang cinta pada pandangan pertama.

Sosoknya kecil dan menggemaskan. Dominan dengan sikap kekanak-kanakan. Tapi keras kepala seperti orang dewasa.

Sejujurnya, ketika Waktu masih terlalu singkat untukku mengenalnya, sudah ada beberapa asumsi yang kubuat tentang sosoknya. Dan kebanyakan asumsi itu berupa asumsi negatif. Seperti: aku benci melihat sikap plin-plannya, tindakannya yang lebih sering dilakukan dulu baru dipikirkan, sifat moody yang tak terprediksi seperti hujan di Forks dan keseluruhan dirinya yang begitu bertolak belakang dengan karakter-karakter dasarku.

Aku seseorang yang selalu berpikir matang-matang sebelum melakukan apa pun, konsisten dan profesional dalam menjaga mood; setidaknya aku selalu bisa menebar senyum palsu dengan perasaan apa pun yang sedang mengelabu di kalbu. Dan atas nama ketidaknyamanan aku menghindari orang-orang yang tak akan cocok denganku. Termasuk Rahasia, pada saat itu.

Tapi semuanya kini berubah.

Oleh Waktu pula, aku dan Rahasia diakrabkan. Aku diberi kesempatan untuk lebih mengenalnya, berpikir melalui sudut pandangnya, dan mulai tertarik dengan caranya melihat dunia. hahaha

Awalnya juga tidak jelas kapan, tapi lama kelamaan, aku punya perasaan hangat-aneh yang muncul setiap kali melihat Rahasia. Apalagi saat dia sedang tersenyum. Rasanya seluruh inderaku hanya terpaku padanya. Epidermisku memanas. Dan rasanya begitu aneh... sukar dijabarkan lewat rangkaian kata, tapi sejujurnya aku menolak gagasan bahwa aku menyukai Rahasia.

Karena sejak awal aku yakin kalau aku tidak cocok dengannya. Kami jarang berbicara fokus tentang satu topik yang menyenangkan keduanya saat berbincang. Tak ada kesamaan, tak ada cerita tentunya. Tapi di balik ketidakcocokkan kami, aku menemukan perasaan aneh yang belakangan kupahami sebagai perasaan suka. Malah, karena ketidakcocokkan itu aku merasa begitu tertarik pada sosoknya.

Rahasia adalah orang yang selalu seratus persen. Ia akan jadi orang yang paling seratus persen bahagia saat ia bahagia. Dan akan jadi orang yang paling seratus persen murung saat ia sedang bergulat dengan mood yang buruk. Dan oleh karenanya mood-ku juga selalu berubah. Kalau sudah begitu rasanya pasti takkan mudah. Melihat orang yang kita sukai begitu murung selalu berhasil merusak hariku. Dan belakangan Rahasia sering murung. Jadi tebak saja bagaimana keadaan hatiku yang diaduk-aduk olehnya.

Sayangnya Rahasia tak merasa apa yang kurasakan. Dan aku tak mau memperpanjang setitik lara yang terasa di kalimat sebelumnya menjadi rangkaian kata yang lebih panjang. Cukup aku saja yang mengetahui rasanya.

Rasa saat melihat senyumnya yang muncul karena guyonan seseorang... rasa yang muncul saat tanpa sengaja ia melirikku yang duduk di seberang... rasa yang muncul saat kami berduaan dalam keheningan... atau rasa saat dia menatap orang lain dengan cinta...

* * *

Sebenarnya, tulisan di atas saya peroleh (curi, mungkin kata yang lebih tepat) dari jurnal pribadi October. Dan saya kira cukup terkait dengan cerpen Dee yang saya baca pagi ini. Ah, perut ini kok makin berontak ya? ah ya, saya belum sarapan! Selamat Pagi, Misery!