Saya sedang di indekos baru. Sendirian di kamar. Seperti biasa,
kamar ini berantakan: tumpukan pakaian kotor membukit, meja kecil di sudut
ruangan ditumpuki pakaian bersih dan pritilan skripsi, sementara selimut,
sarung laptop, botol bekas air mineral, dan beberapa plastik indomaret
berserakan di lantai.
Kusutnya kamar saya tak lebih parah dibandingkan kusutnya jagat
raya yang ada di kepala saya, malam ini. Ya, malam ini. Malam di antara April
dan Mei. Malam di mana April mengecup kening Mei dan membisikkan, “selamat
datang, Mei,” kepadanya. Di malam ini pula suasana angkasa di antara
rongga-rongga rusuk saya dilanda kumolonimbus. Ia yang biasanya
terang-benderang kini kelabu abu-abu. Membuat pahit lidah saya secara otomatis.
Membikin suntuk di sekujur badan yang dialiri darah.
Asal muasalnya?
Entahlah. Saya saat ini benar-benar tidak tahu sekaligus
tahu betul apa asal-muasalnya perasaan kelabu ini. Mungkin saking banyaknya
penyebab perasaan aneh ini muncul, makanya saya tahu sekaligus tak tahu asal
muasalnya. Pernahkah kau merasakan demikian sekonyong-konyong di suatu malam?
Suatu malam saat April mengecup kening Mei dan membisikkan, “selamat bekerja,
Mei,” kepadanya.
Lalu, tubuh saya gemetar. Ada spektrum aneh yang mendadak
membanjiri seluruh epidermis di tubuh ini. Banjirnya bukan banjir biasa,
banjirnya banjir bandang. Spektrum ini akrab dengan saya, tapi dibanjirbandangi
spektrum aneh bernama kerinduan tentu saja bukan perkara akrab tak akrab;
kerinduan yang datang mendadak inilah yang akhirnya membuat tubuh saya gemetar.
Tak sampai membikin gigi gemertak, atau badan meriang. Gemetar yang dimaksud
tak kelihatan kasat mata. Tapi dari dalam, goncangannya begitu kuat. Sehingga saya
seribu persen yakin, kalau darah-darah di dalam tubuh ini bergemericik tak beraturan.
Kerinduan ini saja sebenarnya sudah terasa sungguh aneh. Karena
selain goncangannya yang luarbiasa, ia pun datang begitu tiba-tiba. Tapi yang
tak kalah aneh adalah kepada siapa kerinduan ini bertuan.
Kepada siapakah kerinduan ini di alamatkan?
Pada sebuah malam, saat pelukan sungguh dirindukan sebagai obat kesuntukan. Pada sebuah malam saat akhir April disambut awal Mei dengan bahagia.