Wednesday, July 1, 2015

  |   2 comments   |  

Ucapan Selamat #2Dekade untuk SUARA USU






Seorang kawan di ask.fm baru-baru ini tanya begini ke saya: Prestasi yang paling berkesan pernah diraih dari kecil sampai sekarang? Dan paling ingin diraih? Lantas, untuk pertanyaan pertama saya menjawab: jadi Koordinator Online SUARA USU 2013.

 Kemarin, 30 Juni 2015, sebuah pesawat Hercules punya TNI jatuh di Simpang Simalingkar, Medan. Jaraknya hanya beberapa menit perjalanan dengan angkot dari USU, kampus saya. Tapi kebetulan saya sedang tidak di Medan, saya di rumah di Binjai, sekitar sejam dari Medan.

Tentu kabar ini mengejutkan. Ada beberapa orang yang perlu dikhawatirkan kabarnya karena tinggal di daerah tersebut. Beberapa kawan dan famili.

Kabar ini ternyata menyebar cepat. Beberapa kawan yang mengkhawatirkan orang yang sama lantas bertanya kabar mereka di salah satu grup Line yang saya ikuti. Grup itu namanya SUARA USU, tempat semua anggota dan alumni organisasi Pers Mahasiswa di USU itu berdiskusi, bertukar kabar, atau kadang hanya saling bertukar canda. Ada juga beberapa mantan anggota yang tidak jadi alumni juga sih. Intinya, melalui grup itulah kawan tadi bertanya kabar kawan lain yang tinggal di sekitar daerah tersebut.

Maklum, pada saat itu, berita tentang tempat jatuhnya pesawat masih belum terverifikasi, MetroTv hanya bilang kawasan Padang Bulan, Jalan Jamin Ginting. Wajar kalau kekhawatiran membuncah. Bahkan, seorang kakak dari Jakarta juga turut menanyakan kabar, saking khawatir.

Tapi seorang kawan yang tinggal di daerah Simalingkar menjawab. Dia bilang kejadiannya di Simpang Simalingkar. Dan setahu saya, tanpa mengurangi empati saya kepada korban dan keluarganya, tak ada yang saya kenal di sana. Itu kabar baik buat kami.

Karena grup itu adalah media yang mempertemukan alumni seperti saya dengan anggota, maka saya berceletuk, “sudah ada di suarausu.co berita atau videonya?”

Saya pikir, sebagai satu-satunya Pers Mahasiswa di USU yang kedudukannya sebagai UKM Universitas, SUARA USU tak boleh kehilangan momen memberitakan kejadian ini. Apa lagi mereka punya portal berita online yang bisa dibuka seluruh dunia. Bernama suarausu.co. Kalau bisa mengabarkannya dengan cepat, tentu hal ini jadi area pembelajaran yang besar bagi awak-awaknya.
Salah seorang anggota beberapa saat kemudian menjawab pertanyaan saya, “Lagi diliput, Bang,” katanya. Tak berapa lama, twitter @SUARAUSU memang sudah mengicaukan #livetweet dari lokasi jatuhnya pesawat. Beberapa awak tampaknya diturunkan ke sana. Tebakan saya, mungkin empat sampai lima orang. Tebakan ini muncul dari pengalaman saya dulu bergabung di organisasi ini. Mereka biasanya akan dibagitugaskan, beberapa orang meliput untuk nanti dituliskan sebagai straight news di suarausu.co, yang lainnya mengejar gambar, dan satu orang biasanya akan melaporkan langsung lewat twitter resmi SUARA USU. Ah ya, sekarang suarausu.co juga punya rubrik video. Pasti juga ada awak yang diturunkan untuk rubrik ini.

Mendadak adrenalin saya mengalir kencang di sekujur epidermis. Teringat masa-masa kejayaan saat masih bisa meliput peristiwa serupa. Tentu bukan pesawat jatuh, tapi sama besarnya. Semisal demo buruh pada Mei 2012 yang berhasil merusak Bandara Polonia.

Mendadak saya terkenang betapa menyenangkannya jadi anak SUARA USU. Betapa membanggakannya jadi Jurnalis Kampus.

***

Hari ini, 1 Juli 2015, SUARA USU berulang tahun yang keduapuluh. Genap dua dekade usianya. Saya belum dapat kabar dari anggota tentang bagaimana usia dua dekade ini akan dirayakan. Pesta besar yang dilakukan terakhir seingat saya waktu SUARA USU merayakan dekade pertamanya, dan tahun kemarin saat ulang tahunnya yang ke-19 diserentakkan dengan perayaan pembukaan acara tahunan mereka, SALAM ULOS.

SALAM ULOS ini adalah acara pelatihan jurnalistik bagi anggota pers mahasiswa se-Indonesia. Biasanya mengundang jurnalis skala nasional untuk jadi pemateri dan diadakan di luar Medan. Sebuah acara besar yang jadi kebanggaan SUARA USU dan anggotanya.

Mungkin tahun ini ulang tahun akan dirayakan besar-besaran, dengan melakukan beberapa perlombaan seperti tahun kemarin, atau bisa jadi tidak. Saya masih belum tahu sama sekali.

Tapi, yang pasti ulang tahun hari ini dirayakan oleh semua anggota dan alumni. Grup Line itu sudah ribut sejak dini hari. Semua orang suka cita mengucapkan selamat. Di instagram, anak-anak SUARA USU juga merayakan hari ini dengan gambar-gambar serta caption sentimental.

Kami, biasanya menyebut SUARA USU sebagai Rumah Tanpa Jeda.

Ia dijuluki demikian sungguh dengan alasan yang tak berlebihan. SUARA USU memang rumah kedua bagi para anggotanya, tempat yang akan selalu dituju saat tiga tahun menghabiskan masa bakti. Bahkan bagi mereka yang anak kos, bisa jadi SUARA USU ini adalah rumah pertama. Sebab, kegiatan di rumah ini memang tak ada habis-habisnya. Wajar saja sebenarnya, sebab SUARA USU adalah sebuah media. Sekarang saja dia punya empat produk: majalah, tabloid, koran dinding, dan sebuah portal berita online.

Semuanya dikerjakan dalam waktu bersamaan. Tak hanya di keredaksiaannya saja, semisal liputan, menulis berita, mendesain halaman produk cetak, mengambil gambar, mengilustrasikan berita, atau menyunting semuanya. Tapi anggotanya juga disibukkan kegiatan lain seperti sirkulasi (istilah untuk menjual produk cetak langsung ke pembeli), menyebar kuesioner riset, mencari iklan, atau bahkan membentuk kepanitiaan dalam berbagai macam acara. Bayangkan! Semua hal ini dilakukan dalam waktu bersamaan, sebab semua anggota, apa pun jabatannya, punya tanggung jawab yang sama.

Jadi, wajar kalau Anda yang berkawan dengan anak SUARA USU, sering menggoda mereka sebagai ‘mahasiswa sok sibuk’. Program kerja organisasi ini memang setumpuk. Itu yang membuat mereka produktif.

Itu yang membuat mereka jadi lebih ‘kaya’ ketimbang mahasiswa biasa-biasa saja. 

Kalau mahasiswa biasa sudah mengeluh karena menjalankan beban SKS dari kampus, maka awak SUARA USU malah akan dimarahi di rapat harian kalau berani-beraninya mengeluh karena program kerja yang biasanya sudah disepakati bersama. Jadi, mereka tak akan sempat mengeluh tentang beban SKS dari kampus.

Sebagai Jurnalis Mahasiswa, awak SUARA USU memang jadi punya tanggung jawab lebih. Mereka jurnalis, tapi mereka juga mahasiswa. Mereka mahasiswa, tapi juga jurnalis. Keduanya punya peran penting yang sebenarnya susah diselaraskan. Sebab keduanya punya beban masing-masing. Tapi begitulah SUARA USU mengajarkan awak-awaknya. Jadi anak SUARA USU tak berarti harus keteteran kuliahnya. Ada beberapa anak SUARA USU yang menyabet gelar Mahasiswa Berprestasi di fakultasnya. Bahkan pernah ada yang jadi Mahasiswa Berprestasi USU tahun 2011.

Hal ini saya pikir, adalah salah satu hal besar yang ditanamkan budaya organisasi ini kepada anggota-anggotanya.

Kepada saya sendiri, kesempatan menjadi Koordinator Online pada 2013 adalah salah satu hadiah besar dari organisasi ini.

Koordinator Online adalah jabatan untuk kepala produk online. Kurang lebih tanggung jawabnya memimpin semua redaktur, baik redaktur tulisan, redaktur foto, dan redaktur artistik, di bagian online untuk membuat suarausu.co bernafas setiap harinya. Ia semacam tangan kanan Pemimpin Redaksi. Kalau di media cetak, jabatan ini biasa dikenal sebagai Redaktur Pelaksana.

Melalui posisi ini saya belajar banyak sekali hal tentang media. Terutama kondisi media hari ini. Baik yang kami—Pers Mahasiswa se-Indonesia—alami, pun yang dialami media mainstream. Seperti, betapa potensialnya media online ini di era digital begini, bagaimana jurnalisme online itu, atau bagaimana rasanya jadi yang paling terdepan dan tercepat dalam memberitakan. Di sini saya juga mulai mempelajari apa-apa saja yang bisa membuat sebuah media maju, dan apa yang bisa menjatuhkannya. Di tahun itu, idealisme saya makin terasah.

Secara pribadi, bahkan saya, tanpa melangkahi kehebatan Koordinator Online-Koordinator Online pendahulu saya, mulai dari Bang Pur sampai Bang Muslim, menganggap suarausu.co sebagai salah satu karya terbaik saya selama hidup. Mengelolanya membuat saya bangga alang kepalang.

Makanya saya merinding saat melihat semangat awak SUARA USU terjun ke lapangan, kemarin, ke tempat Hercules itu jatuh. Pasalnya, pengalaman saya dua tahun sebagai Dewan Redaksi SUARA USU bilang kalau bukan hal mudah untuk berharap anggota sadar liputan mengisi suarausu.co di masa Ramadan begini. Sebab, tak peduli sebesar atau selama apa pun sebuah organisasi berdiri, ia pasti punya masalahnya sendiri. Demikian pula SUARA USU.

Ramadan biasanya jadi masa-masa puncak tersendatnya update berita di suarausu.co. Kalau boleh bilang maklum, saya mau bilang, maklum anggotanya kebanyakan pulang kampung. Ini biasanya akan jadi masalah sendiri di kepala Koordinator Online yang bikin pening. Sebab sebagai media online yang memang seharusnya terbit setiap saat, SUARA USU tak boleh beralasan apa pun atas ketersendatan tersebut. SUARA USU tahu konsumen tak mau dengar masalah-masalah internal begitu. Mereka hanya ingin berita, haus informasi.

Itu hanya sedikit contoh masalah yang dihadapi organisasi Pers Mahasiswa seusia SUARA USU. Saya bisa saja jabarkan lebih banyak, tapi bukan ini tujuan tulisan ini. Bukan untuk cari-cari masalah.
Tulisan ini hanya ingin mengucapkan selamat kepada SUARA USU atas eksistensinya yang sudah genap dua dekade. Tentu usia segitu sangat mengharukan bagi para pendahulu-pendahulu kita, yang berjuang hingga SUARA USU yang sekarang bisa kita nikmati. Saya juga tahu kalau kawan-kawan pengurus sekarang juga tengah berusaha demi SUARA USU yang lebih baik di kemudian hari, sama seperti yang saya dan alumni lain lakukan di masanya. Maka untuk itu, saya ucapkan terima kasih untuk kita semua.

Tapi, melalui tulisan ini juga saya ingin bilang sesuatu kepada para anggota sekaligus para alumni. Mumpung saya masih alumni muda yang sesekali pikirannya masih sentimental memikirkan kemajuan SUARA USU. Belum jadi alumni yang harus berpikir serta bekerja keras demi memuaskan sejengkal perut ini, serta tuntutan moral menaikkan haji orangtua. Hihihi

Saya ingin bilang kalau, bijak kiranya jika kita semua memaknai umur dua dekade ini dengan tidak sembarang. Saya pikir, Bang Yulhasni dan Bang Rusli selaku Pemimpin Redaksi dan Pemimpin Umum pertama SUARA USU pasti setuju kalau saya bilang organisasi ini sungguh sudah lebih maju dari dulu ketika mereka memulainya. Tapi, saya pikir beberapa orang juga setuju kalau yang dihadapi anggota periode ini tak terlalu jauh berbeda dengan apa yang dialami anggota (setidaknya) empat periode sebelumnya (saya hanya bisa meraba sejauh itu). Maksud saya, wajar kalau apa yang dirasakan Pemimpin Redaksi sekarang sama dengan apa yang saya alami saat jadi Pemimpin Redaksi tahun lalu. Sebab kami tak berjarak. Tapi masalahnya, yang dihadapi Pemimpin Redaksi tahun ini masih sama dengan yang dihadapi Pemimpin Redaksi 2010. Misalnya, harus kehilangan Redaktur Pelaksana.

Saya tak punya tendensi apa-apa di sana, kecuali bahwa sistem SUARA USU masih sama setidaknya empat sampai lima tahun belakangan. Misalnya sistem sirkulasi, sistem proyeksi berita, sistem keanggotaan dan lainnya. Ada yang berubah tapi tak terlalu banyak. Tak seperti semestinya, saya pikir.

Sebab kalau mau melihat perubahan zaman yang cepat, masa 2010-2011, perkembangan online tak seperti sekarang. Media sosial belum bejibun seperti sekarang. Hemat saya, apa yang dilakukan anggota sekarang seharusnya tak sama dengan apa yang dilakukan anggota pada periode itu.

Saya langsung pada contohnya. Misal, rapat harian dan rapat lain-lain yang dimiliki SUARA USU. Saya tak tahu sejak kapan, tapi hingga saat ini belum ada pengurus yang berani merombak sistem rapat ini untuk jadi lebih efisien, meski sebenarnya yang dikeluhkan anggota adalah hal ini-ini saja. Saya tak bilang rahar tak penting, sebab dari sana saya belajar untuk berpikir runut, bahkan saya belajar bisa bicara di sana. Tapi kalau ada yang bilang tak efisien, saya pikir itu benar juga.

Saya pikir sistem sirkulasi yang langsung terjun face-to-face juga sudah sangat kolot. Sistem pelanggan seharusnya sudah lebih maju dari apa adanya yang terjadi hari ini. Seharusnya tenaga dan waktu anggota jauh lebih diperhemat oleh kemajuan zaman dalam hal sirkulasi ini.

Sistem pembagian kerja juga bisa lebih diefisienkan. Redaksi sebenarnya bisa fokus bekerja atas anggotanya sendiri saja, tak perlu lagi mengurusi anak Perusahaan, Litbang, bahkan Umum. Begitu juga sebaliknya. Maksudnya, seorang reporter tak perlulah dibebankan tanggung jawab mencari iklan atau menyebar kuesioner. Biarlah ia fokus dengan tugasnya meliput berita dan mengisi produk.

Pun begitu dengan staf perusahaan yang bisa fokus dan gencar mencari iklan, tanpa harus ribet dikenakan tanggung jawab mengambil berita. Sama dengan staf litbang yang bisa membantu koordinatornya memperbaiki riset-riset SUARA USU sehingga tak perlu mentah lagi, syukur-syukur kalau bisa menerbitkan jurnal ilmiah, seperti Balairung, UGM.

Bukan apa-apa, hal ini saya pikir jauh lebih baik bagi kesehatan anggota. Sehingga pekerjaannya bisa lebih efisien. Seluruh pekerjaan SUARA USU jadi lebih efisien.

Jangan takut tidak bisa belajar menulis bagi yang di luar redaksi. Sebab, redaksi bisa saja membiarkan seluruh anggota untuk mengisi produk, hanya saja tak ada tanggunggan beban seperti sebelum-sebelumnya. Biarlah yang menanggung beban itu bagian redaksi saja seperti semestinya. Sebagaimana pemasukan SUARA USU seharusnya jadi tanggung jawab Perusahaan dan Bendahara Umum bersama. Dan perkembangan anggota jadi tanggung jawab Litbang. Semua bagian bisa menerapkan sistem ini.

Sebab, dengan sistem sekarang di mana seluruh anggota punya tanggung jawab yang sama, sering sekali membuat kita kesulitan mencari pangkal utama masalah. Sebab semua orang berkontribusi melakukan kesalahan. 

Misalnya ketika seorang Manajer Sirkulasi terlambat mengirim tulisannya ke Redaktur sehingga memungkinkan terlambatnya Redaksi melalui Redpel mengirim bahan yang ingin dicetak ke Perusahaan yang harusnya diterima oleh Manajer Sirkulasi sendiri. Di sini kan ada dua masalah yang terjadi. Satu, Redaktur tidak bisa membuat reporternya yang mana adalah Manajer Sirkulasi untuk tepat waktu. Dua, reporternya yang padahal adalah seorang Manajer Sirkulasi tak sadar kalau keleletannya lah yang menyebabkan masalah.

Hal begini saya yakin masih terjadi hingga sekarang. Mungkin dengan kasus jabatan yang berbeda. Misalnya, redaktur cetak yang adalah reporter sebuah rubrik terlambat mengirim laporannya kepada Korlipnya yang adalah Bendahara Umum. Sehingga Bendahara Umum harus dimarahi Pemimpin Redaksi karena telat tenggat.

Ah ya satu lagi. Saya pikir Litbang juga kembali saja ke formasi awalnya dibentuk. Kalau saya tak salah, dulu Litbang berisikan orang-orang mapan dari Redaksi dan Perusahaan sebagai formasi awal. Sehingga anggota Litbang, yang notabene-nya adalah bagian yang paling bertanggung jawab atas perkembangan skill anggota dan regenerasi organisasi jadi punya banyak pandangan, terutama dari mereka yang pernah langsung berada di Redaksi dan Perusahaan ketika memikirkan masalah bagian lain.

Dengan format begini saya pikir pekerjaan Litbang bisa lebih berkualitas, ketimbang harus merekrut anggota mentah untuk langsung jadi staf. Kadang yang terjadi adalah, staf itu masih setengah tahun jadi anggota kemudian harus naik jadi koordinator. Misalnya Koordinator PSDM di dua periode terakhir. Bagaimana mungkin seorang anggota baru bisa mengonsepkan sebuah pelatihan yang benar-benar dibutuhkan anggota di periodenya, jika dia sendiri belum pernah dapat pelatihan dari SUARA USU dan masih ikut pelatihan yang dibuatnya.

Sungguh, opini terakhir saya tidaklah bertedensi apa-apa selain ingin yang terbaik untuk SUARA USU. Begitu pula dengan pokok-pokok pikiran yang saya sampaikan di atas.

Ini hanyalah bentuk kepedulian dari seorang alumni. Jadi anggota tak perlu baper dan tersinggung. Sekali lagi, murni muncul karena ingin yang terbaik untuk kita, untuk SUARA USU. Maka dari itu, semoga dapat diterima dengan baik. Mungkin, sesekali kita bisa diskusikan di grup, bersama alumni lain yang mungkin merasa sama seperti saya, atau pun yang merasa opini saya tak pas dengan pandangannya.

Akhir kata, saya tutup dengan Hidup Mahasiswa! HIDUP SUARA USU! SELAMAT #2DEKADE!