Monday, December 10, 2012

,   |   2 comments   |  

Beberapa Menit Bercumbu dengan Lilia

Sebelumnya, saya ingin perkenalkan gadis ini terlebih dulu pada Anda semua.

   Namanya Lilia. Dia adalah salah satu tokoh rekaan saya yang belakangan jarang saya ajak mengobrol. Dahulu, saya dan Lilia begitu akrab. Kami sering menggambar bersama sejak saya berusia tiga tahun. Dan demi Neptunus, Lilia benar-benar jago menggambar. Tapi sketsa yang dibuatnya agak tidak umum. Lilia lebih senang menggambar tengkorak yang dililit duri mawar, ketimbang sketsa indah wajah Katherine Zeta-Jones, atau gambar lucu muka Mickey Mouse atau tokoh Disney dan Nickelodeon lainnya.

Saya menggambar sketsa wajah Lilia, lima menit sebelum post ini dipublis


  Ah ya, umur Lilia sekarang dua puluh tiga tahun. Sebenarnya sejak kami pertama kali bertemu, hingga sekarang, dia memang selalu dua puluh tiga tahun. Tingginya sekitar 1,68 meter, berambut bob, dengan pipi tirus dan hidung mungil. Bibirnya juga tipis, tapi Lilia punya mata bulat-cokelat yang akan langsung menarik perhatianmu ketika beradu pandang dengannya. Bisa  dibilang, mata Lilia adalah mata favorit saya. Dia juga punya beberapa tato di kulit mulus-kuning-langsatnya. Beberapa di antaranya dia sketsa sendiri: semisal tato batik, tengkorak, dan beberapa sulur berduri di tulung ekornya.

   Lilia juga sangat senang memakai kaus hitam dan hot-pans sepaha, memamerkan tato lain yang dimilikinya di sekitar kaki-bagian-atasnya... saya kira cukup perkenalan singkat tentang Lilia. Yang ingin saya ceritakan adalah, baru-baru ini saya kembali bertemu dengan Lilia, setelah sepuluh tahun lebih tanpa kabar darinya.

   Padahal, kami terakhir bertemu saat saya masih berusia delapan tahun. Lilia bilang saat itu dia sudah bosan bermain dengan saya, dan ingin cari anak kecil lain yang lebih asik. Tentu saja saya terpukul; ditinggal teman sejak kecil yang mendadak marah dan bilang mau pergi cari pengganti saya. Saat itu saya kira, alasan utama Lilia meninggalkan saya adalah karena dia benar-benar ingin mencari teman baru dan bosan dengan saya. Tapi sepeninggalannya, saya baru tahu siapa sebenarnya Lilia. Dia hanyalah salah satu teman imajiner yang saya ciptakan untuk menemani saya bermain.

  Dan, seiring waktu yang menggelinding, memercayai hal itu terasa lebih dan semakin mudah.

  Saya juga jadi percaya kalau kenangan yang saya punya tentang Lilia hanyalah rekaan yang tercipta karena manipulasi otak anak kecil yang kelampau imajinatif. Tapi keyakinan itu hanya bertahan hingga kemarin. Kemarin, saat kami entah sengaja atau tidak, dipertemukan kembali oleh Takdir.

  Lilia, yang saya kira hanya teman imajiner, menyapa saya saat saya sedang menunggu Cameo di sebuah warung kopi.

   "Sudah besar sekarang, ya Dam?" suara alto, khas Lilia tentu saja mengejutkan saya.

   "Lilia?"

   "Masih ingat aku, ternyata." Dia menarik kursi di sebelah saya, lalu duduk. "Apa kabar?" tambahnya.

   "Baik. Baik. Kamu sendiri gimana?"

   "Lumayan lah," ujarnya sambil tersenyum lembut.

  Sesungguhnya kepala saya saat itu masih berputar-putar. Masih dibalik-polaritaskan oleh kenangan, realita dan sebagian kejutan waktu.

   Wajah cantik Lilia, rambut bob-nya, tato ular bersulur duri yang ditikam sebuah belati besar di pahanya, hingga aroma wewangian Lilia yang beraroma lilac membuat saya makin pusing. Karena semua hal itu -semua hal yang tengah saya saksikan langsung dengan mata kepala saya- persis dengan semua hal yang tersisa di kepala saya tentang sosok Lilia.

   Bagaimana bisa, seorang gadis selalu berusia 23 tahun di sepanjang umur hidup saya?

  "Kau kenapa, Dam? Sepertinya sedang berpikir keras," tanya Lilia, membuyarkan lamunan saya. Ia sedikit terkekeh. Dan saya berani bertaruh, dia tahu apa yang sedang saya pikirkan tanpa harus saya beritahu.

   "Kau tahu, rasanya semua ini sangat-sangat tidak masuk akal, Lilia," celoteh saya spontan, jujur.

   Ia malah tergelak.

   "Bisa kau jelaskan padaku, Lilia?"

***
  Lalu Lilia menceritakan semuanya, semua hal yang tak terpikirkan oleh saya (sejujurnya pernah saya pikirkan, tapi hanya saya simpan ke dalam folder 'Khayalan' di otak saya). Semua penjelasan yang benar-benar membalikkan dunia saya. Dunia yang ternyata begitu naif, saya pandang. Tapi sayang, cerita Lilia tak bisa saya ceritakan di sini, mungkin lain kali, saat saya benar-benar sudah siap dengan semuanya -setidaknya untuk diri saya sendiri.

2 comments :

  1. aku berani bertaruh,,bahkan Cameo pun tokoh imajinermu...

    aku dan teman imajinerku setiap hari bermain. sejak (kalo gak salah umur 7 tahun)kecil sampai sekarang

    ReplyDelete
  2. dulu mereka beda, kak. Lilia cuma tokoh imajiner. Sekarang Lilia dan Cameo sama.

    ReplyDelete