Tuesday, May 29, 2012

  |   No comments   |  

Nephillim

“Umurku sudah 82 tahun, tapi ingatanku tentang hari itu masih sangat jelas, Sayang. Percayalah, tak kan ada yang terlewatkan jika kuceritakan lagi kisah ini padamu,” ujar nenek sambil mengelus-elus rambutku.
“Kalau begitu, ceritakanlah, Nek,” pintaku.
Dan nenek mulai bercerita.

***

Rita muda sedang menyulam di taman belakang rumahnya pagi itu. Ditemani Bruce Springsteen, ia tekun menyatukan tiap benang dengan jarum. Tiba-tiba ia dikejutkan bunyi gemerisik kasar dari semak-semak di taman lily miliknya.

“Siapa di sana?” katanya karena kaget. Ia sebenarnya tidak yakin kalau ada orang di semak-semak  itu, karena halaman belakang rumahnya dipagari kayu mahoni setinggi dua meter. Dan jika benar ada orang di sana, ia pasti akan melihat orang itu memanjat pagarnya.

Sejenak hening, dan Rita sempat berharap kalau suara gemerisik itu adalah suara yang dibuat Serena, kucingnya. Tapi seseorang berjubah hitam yang keluar dari semak-semak itu berhasil membuat Rita menjerit.
“Kumohon jangan menjerit,” kata orang itu. Kepalanya ditutupi jubah sehingga Rita tak bisa melihat wajahnya.

“Siapa kau? Mau apa kau di sini?” Rita hampir menangis saking takut. Tapi ia berusaha tegar dan berani.

“Aku Mlatinhdhra. Kau bisa memanggilku M,” katanya. Sepertinya ia seorang pria. Dan dari tingginya, ia pasti pria dewasa. “Aku sedang terluka, Rita... bisakah kau membantuku?”

Pria itu mendekat, dan Rita semakin takut. “Darimana kau tahu namaku?”

“Aku malaikat. Kami bisa membaca pikiran,” katanya sambil melepaskan jubah hitamnya. Dan ia sedang tersenyum. Meski terlihat jelas ia sedang menahan sakit di saat bersamaan. Yang membuat Rita terkejut adalah sepasang sayap di belakang pria itu. Sayap dengan bulu putih dan paling indah yang pernah Rita lihat.
Rita bahkan hampir menangis karena kagum. Makhluk yang beberapa detik lalu sempat membuatnya begitu ketakutan, ternyata adalah makhluk paling indah yang pernah matanya saksikan. Aku pasti sedang bermimpi, pikirnya.

“Tidak, Cantik. Kau tidak sedang bermimpi,” M sudah berdiri tepat di depan Rita yang masih melotot kaget. Dan wajah M, entah bagaimana, begitu memukau dan indah. Rita tak pernah melihat pria setampan M. Bahkan Rudy, suaminy, yang merupakan aktor opera sabun tertampan di kota kecil mereka tak ada apa-apanya dibandingkan M. Dan bagaimana kau bisa memanggilku cantik saat kau ada di dekatku, pikirnya lagi.

M tertawa membaca pikiran Rita, tapi tak lama malah mengaduh. Luka di lengannya yang membuatnya mengaduh. “Kenapa lenganmu?” tanya Rita. Ia mulai terbiasa dengan keanehan yang sedang dihadapinya. Fokusnya juga sudah dialihkan oleh luka di lengan M.

“Seseorang menembakku di hutan. Ia mungkin kaget karena melihatku,” jawab M.

“Tunggulah sebentar, sku akan mengobatimu,” pinta Rita.

***

“Lalu apa yang terjadi, Nek?”

“Tentu saja aku mengobatinya, Bodoh!” Nenek menepuk lembut kepalaku. “Dan sejak hari itu kami berteman begitu akrab, Celia.” Nenek tersenyum.

Lalu kami berdua diam sejenak.

“Apakah Mlatinhdhra nyata, Nek?”

Nenek memelototiku. “Memangnya kau tidak percaya, Celia?”

“Tentu saja aku percaya.”

“Lalu, kenapa kau bertanya begitu?”

Aku diam. Tapi sungguh aku percaya cerita nenek tentang Mlatinhdhra. “Kalian masih sering bertemu?”
Nenenk tertawa. “Tidak, Sayang. Tentu saja tidak. Terakhir kali kami bertemu saat aku mengandung ibumu. Sejak itu M menghilang. Tapi belakangan aku sering bermimpi tentangnya.” Tawa nenek berubah jadi senyum pilu. Ia tersenyum, tapi garis mukanya sedih. “Mungkin aku hanya merindukannya,” tambah nenek.

“Hai Celia Sayang! Ayo kita pulang? Suster bilang nenek harus istirahat.” Mendadak Ibu masuk ke kamar nenek dan mengajakku pulang. Tapi sebelum pulang, nenek sempat membisikkan sesuatu padaku. Ia bilang, “Sebenarnya kakekmu bukanlah Rudy.”

Tapi aku tidak mengerti maksudnya. Bagaimana mungkin kakek Rudy bukan kakekku? Ia adalah ayah Ibuku, tentu saja dia adalah kakekku. Nenek terkadang memang suka bergurau.

“Nenek tadi cerita apa saja? Tentang Mlatinhdhra lagi?” tanya ibu saat menyelimutiku sebelum tidur.
Aku mengangguk.

Dasar Ibu! Selalu saja menceritakan imajinasi berlebihannya pada Celia, pikir ibu.

“Tapi nenek tidak berimajinasi, Bu,” celetukku.

“Apa, Celia? Kau bilang apa barusan?”

Sialan! Barusan ibu memang tidak bicara apa pun. Dia hanya berpikir.

“Tidak, Bu. Bukan apa-apa,” kilahku.
  |   2 comments   |  

Monster Kecil Mama

Judul                     : We Need to Talk About Kevin
Sutradara              : Lynne Ramsay
Naskah                 : Aurelia Scheppers
Durasi                   : 112 menit
Aktor                    : Tilda Swinton, John C Reilly, Ezra Millers

“Setelah angka 3, angka apa selanjutnya?” tanya Eva. “9,” jawab Kevin. “Setelah 7, angka apa selanjutnya?” tanya Eva lagi. “71,” jawab Kevin. Eva mendesah. Lantas Kevin mengejek, “1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,25,26,27,28,29,30,31,32,33,34,35,36,37,38,39,40,41,42,43,44,45,46,47,48,49,50. Bisa kita berhenti sekarang?” tanya bocah enam tahun itu.

Eva Katchadourian (Tilda Swinton) bangun karena mendengar sesuatu di depan rumahnya. Sesuatu yang terdengar seperti suara siraman segentong air ke halaman rumah itu. Diiringi sekelabat memori mengerikan tentang hidupnya dua tahun lalu, Eva bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke halaman rumahnya untuk mengecek. Dugaannya benar. Cairan merah kental yang lengket telah menyiprati hampir seluruh bagian muka rumah mungilnya. Termasuk kaca depan mobil kuningnyayang di parkir di situ.

Eva tak tahu siapa pelakunya. Tapi ia yakin, orang itu, siapa pun dia, adalah salah satu dari mereka yang sakit hati padanya karena kejadian 2 tahun lalu.
potongan film We Need to Talk About Kevin

Scene berikutnya berganti ke masa muda Eva dan Franklin (John C Reilly), suaminya. Bak dua muda-mudi lainnya saat kasmaran, mereka berdua selalu bahagia: minum minuman beralkohol dan bercinta. Tapi semua itu tak bertahan lama. Eva hamil dan melahirkan seorang putra. Awalnya mereka berdua bahagia, setidaknya Franklin begitu. Tapi bocah yang diberi nama Kevin itu selalu menangis saat bersama Eva. Menjerit sejadi-jadinya hingga beberapa oktaf. Eva bahkan sempat membawa bayinya ke dekat jalan yang sedang diperbaiki. Hanya supaya suara tangis bayi itu terhalang suara bor yang bising. Tapi hanya berhasil sesaat, tangis Kevin jauh lebih dahsyat.

Scene kembali ke kehidupan Eva yang sekarang. Ia baru saja mendapat pekerjaan baru saat seseorang yang geram menamparnya di tepi jalan. Eva terkejut, tapi paham perasaan jijik orang tersebut terhadap dirinya. Dan semua itu karena tragedi dua tahun lalu.

Sejak kecil Kevin memang tak bersahabat dengan Eva. Bocah  itu selalu sinis dan acuh pada ibunya. Tapi tak begitu pada Franklin. Kevin akan selalu bersikap manis pada ayahnya. Seperti dua karakter berbeda dalam tubuh yang sama. Tentu saja hal ini membuat Eva khawatir. Ia membawa Kevi n ke dokter dan anehnya dokter bilang tak ada yang aneh dengan Kevin. Dia normal.

Tapi tingkah Kevin tak pernah begitu—tak pernah normal. Ia memakai popok hingga usia 8 tahun, meludahi roti selainya lalu menekannya di atas meja hanya untuk membuat Eva gusar. Ketika adiknya, Celia lahir, Kevin mulai memerhatikan Eva. Ia tampak cemburu pada Celia yang merengut perhatian Eva. Dan ia mulai bersikap baik pada Eva.
Ezra Miller, Pemeran Kevin Katchadourian

Tapi semua tak bertahan lama. Kevin semakin bertingkah, ia menyedot rambut adiknya dengan vacum cleaner dan memasukan hamster peliharaan Celia ke dalam pipa saluran air. Eva juga curiga kalau penyebab kebutaan mata kiri Celia adalah Kevin. Ia sadar ada yang tidak beres dengan putranya. Tapi putranya cerdas dan tidak pernah menunjukkan perilaku anehnya kepada siapa pun kecuali dirinya.

Saat Natal, Franklin membelikan putranya satu set busur dan anak panah. Sesuatu yang kelak akan disesalinya. Karena dengan panah itu pula Kevin membantai teman-teman satu sekolahnya. Ia juga membunuh Franklin dan Celia sebelum melakukan pembunuhan massal itu. Ia menyisakan Eva untuk hidup dalam penderitaan yang ia timbulkan.

Thriller menegangkan ini berhasil memenangkan Ramsay sebagai Best Director pada BAFTA Awards. Melalui alur maju-mundur dan sinematografi apik, Ramsay menyusun ketegangan mencekam pada filmnya. Untuk lima menit pertama, alur maju-mundur itu cukup memusingkan. Apalagi film yang diangkat dari best-selling novel berjudul sama karangan Lionel Shriver ini tak punya make-up artist yang andal. Kasihan Tilda Swinton muda yang tak berhasil diterjemahkan oleh Joy Ashley Geramovich. Sepanjang rol diputar, wajah Eva muda dan tua tak ada bedanya. Tetap saja tua.

Beruntung Ramsay memakai jasa Tilda dan Ezra. Dua aktor senior dan junior ini mampu berkolaborasi dengan baik dan menciptakan hubungan mencekam ibu-anak yang entah bagaimana juga romantis. Ramsay juga pintar menyiasati kelemahan make-up artist-nya dengan persembahan sinematografi klasik oleh Seamus McGarvey.

Sebagai film terjemahan dari novel, Ramsay cukup berhasil. Ia berusaha menerjemahkan segala yang ada di buku ke dalam rol film. Seperti kecurigaan Eva terkait penyebab kebutaan Celia. Sayangnya, Ramsay lupa penonton yang  tak baca novel itu. Bagi mereka pasti sulit menebak apa sebenarnya yang coba Ramsay sampaikan. 

Friday, May 18, 2012

  |   No comments   |  

Berseri-seri karena Bertemu


aku menunggu
sudah puas dengan kesendirian dan penantian,
berharap semua berakhir bahagia


ribuan malam telah merayap, kelabuiku dengan waktu yang terus menggoda
akhirnya dirimu berdiri di sana...
berakhirlah pencarianku
Tuhan memang selalu punya kejutan untukku,
setelah lama menyiksaku karena dipisahkan darimu, kini Ia temukan kita kembali...


aku tak berubah, begitu pun kau. 
bedanya, aku masih dengan ribuan memoriku tentangmu, dan kau, masih segar seperti batita yang manis

Thursday, May 17, 2012

Tuesday, May 15, 2012

  |   No comments   |  

Cameo hanyalah cameo, sesederhana itu.

Prolog
Cameo untuk dirinya sendiri:


Cameo King Hutabarat. Aku selalu tertarik dengan alasan orang tuaku memberikan nama aneh ini. Biasanya para orang tua punya alasan khusus saat menamai anak mereka; misalnya mengutip nama Ilmuan agar kelak anaknya pintar, nama Rocker terkenal agar kelak anaknya tampan dan tenar, atau nama orang-orang besar lainnya dengan harapan anaknya juga menjadi orang besar di kemudian hari.
            Tapi aku tak pernah temukan Ilmuan, Rocker atau orang-orang besar lainnya yang bernama Cameo. Dan setelah menelitinya di kamus, cameo tak punya arti lain selain: pemeran pembantu dalam sebuah cerita. Ironi, huh?
Parahnya, Ayah dan Ibu menambahkan King sebagai nama tengahku. King, tentu saja, berarti Raja, dan Hutabarat adalah marga yang Ayah turunkan dari leluhurnya untukku. Bila diartikan secara keseluruhan, Cameo King Hutabarat adalah Raja Pemeran Pembantu bermarga Hutabarat.
Tapi itu hanya terkaanku saja. Mungkin namaku punya arti yang lebih menakjubkan dari sekadar pemeran pembantu. Sayangnya, Ayah dan Ibu hanya hidup sampai ulang tahunku yang ketujuh, saat aku masih terlalu kecil untuk peduli dengan arti nama itu. Dan alasan itu tetap menjadi misteri hingga kini. Lagipula aku hanya tertarik dengan alasan tersebut, tidak terlalu penasaran.
Ah ya, gara-gara mencari arti namaku yang aneh ini, aku jadi mengerti suatu hal dalam hidup ini: Sebagian—yang beruntung—terlahir sebagai pemeran utama di hidupnya sendiri dan hidup orang lain. Sebagian—yang cukup beruntung—terlahir sebagai pemeran utama di hidupnya sendiri. Sebagian lagi—yang mungkin cukup sial—terlahir hanya sebagai cameo, bahkan untuk hidupnya sendiri.
Dan itu berarti Cameo hanyalah cameo, sesederhana itu.



  |   No comments   |  

Bellisima: Cinta Terlarang

Tuhan punya rahasia: tak lama setelah mengusir Adam dan Hawa ke Bumi, Ia merasa Surga-Nya terlalu sepi. Maka diciptakan-Nyalah satu makhluk baru. Tubuh makhluk itu dibentuk dari tanah dan menyerupai Adam. Hanya saja, kali ini Tuhan memetik setitik cahaya dari sayap Jibril dan meniupkannya pada makhluk itu, sehingga muncullah sepasang sayap indah bersinar pada punggung makhluk itu. Alasan Tuhan melakukannya karena Dia sangat menyukai manusia. Bisa dibilang, salah satu makhluk favorit-Nya. Tapi ia ingin makhluk kali ini lebih sedikit bijaksana dari Adam dan Hawa yang telah kecewakan Ia. Lantas setelah meniupkan roh keabadian pada makhluk itu, ia menamakannya: Bellisima.

Tapi lagi-lagi Tuhan dikecewakan makhluk buatan-Nya sendiri. Suatu ketika di Surga yang tentram dan bahagia, Bellisima diam-diam juga memakan buah kuldi. Alasannya bukan karena dibisiki setan. Tapi karena ia telah jatuh cinta. Jatuh cinta pada Hawa, istri Adam yang sesekali diintipnya dari Surga. Tuhan murka. Dan Bellisima berhasil. Ia dikirim ke Bumi. Tapi Tuhan tahu niat Bellisima yang ingin merebut Hawa dari Adam, sehingga dihapus-Nya segala ingatan Bellisima. Getah kuldi yang dimakan Bellisima menelan keindahan sayap cahayanya. kedua kepakan cahaya indah itu berubah jadi daging berbulu seperti sayap Rajawali. Tapi Bellisima tetaplah Bellisima. Ia tetap begitu memukau bagi siapa pun yang melihatnya.

 ***
Aku menstruasi untuk pertama kalinya. 

Rasanya begitu mengherankan. Perutku melilit dengan cara yang aneh. Sulit dijelaskan. Ini untuk pertama kalinya, dan yang pertama saja sudah sangat mengerikan seperti ini. Aku benci jadi perempuan, terlalu sulit dan merepotkan.

to be continued...
  |   No comments   |  

Satu Tubuh, Dua Jiwa

Judul : The Host
Penulis : Stephenie Meyer
Penerjemah : Ingrid Dwijani Nimpoeno
Genre : Roman Fiksi-Fantasi
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Juli 2009
Tebal; tinggi : 776 hlm; 25 cm
Harga : Rp 99.000.00,-
No. ISBN : 978-979-22-4777-0

Apa yang membuat cinta manusia ini teramat sangat kudambakan, dibandingkan cinta bangsaku sendiri? Apakah karena itu cinta yang eksklusif dan mudah berubah? Jiwa menawarkan cinta dan penerimaan kepada semuanya. Apakah aku mendambakan tantangan yang lebih besar? Ini cinta yang rumit; tak memiliki peraturan yang tetap dan pasti—bisa diberikan dengan cuma-cuma, seperti kepada Jamie, atau diperoleh melalui waktu dan kerja keras, seperti kepada Ian, atau benar-benar tak tergapai dan mematahkan hati, seperti kepada Jared.
Atau apakah cinta ini memang lebih baik? Karena manusia-manusia ini bisa membenci sebegitu dahsyatnya, apakah di ujung lain spektrum mereka bisa mencintai lebih besar, gelora dan api?



Jiwa adalah sebutan untuk para makhluk asing yang tiba-tiba menjajah bumi secara masif dan tak terduga. Seperti namanya, makhluk ini tak bisa hidup tunggal tanpa raga. Oleh karena itu mereka menginvasi tubuh manusia untuk tetap hidup sebagai inangnya.

Namun, makhluk asing yang satu ini bukan tipikal alien jahat seperti yang sering digambarkan kebanyakan film. Karena mereka adalah sesosok Jiwa, tentu saja mereka serbabaik: penyayang, sabar, jujur, bijak, dan penuh cinta. Kebalikan dari sifat-sifat kasar yang dimiliki manusia: mudah mendusta, sering mengingkar, terkadang membenci, dan penuh keegoisan. Mereka lebih kepada makhluk-makhluk penderita altruisme—sifat mementingkan kepentingan orang lain.

Dan karena Wanderer—sang Pengelana—adalah Jiwa, maka ia mempunyai semua sifat itu. Kecemasan, ketakutan, kejengkelan dan emosi-emosi lain yang tergabung dalam spektrum negatif akan menjadi keganjilan bagi dirinya yang baru tiba di bumi.

Tapi semua spektrum negatif itu terus didesak masuk oleh tubuh barunya—Melanie Stryder—dalam bentuk ingatan-ingatan yang begitu kental. Ingatan tentang Jared, kekasihnya dan Jamie, adik kandungnya. Tentu saja Wanderer tidak terbiasa dengan semua luapan emosi itu. Luapan-luapan emosi dan perasaan melimpah yang terkadang sulit ia jelaskan untuk dirinya sendiri.
Sebenarnya Wanderer mampu mengenyahkan sosok penghuni lama tubuhnya itu, untuk selama-lamanya. Tapi Wanderer adalah Jiwa, dan Jiwa selalu berpikir menggunakan hatinya. Ia tak tega dan tidak akan pernah tega untuk menghilangkan eksistensi makhluk lain; apalagi sesosok mahkluk asing yang terjebak dalam kepalanya.

Ia tetap membiarkan Melanie hidup sebagai musuh di dalam pikirannya sendiri. Tak jarang, sifat-sifat kasar manusia yang dimiliki inangnya tersebut menyakiti cara berpikirnya. Tapi Wanderer adalah jiwa yang kuat dan sangat baik hati. Ia mampu bertahan dari gerilya-gerilya Mel yang diselipkannya melalui potongan-potongan ingatan.

Tapi sesuatu yang tak pernah dibayangkan Mel terjadi: Wanderer lama-kelamaan juga ikut merasakan emosi-emosi yang dulu—bahkan sampai sekarang—Melanie rasakan terhadap Jamie dan Jared. Diam-diam Wanderer juga jatuh hati kepada kedua pria paling dicintai Mel itu.
Dan melalui pikiran-pikiran Melanie, Wanderer menyelidiki keberadaan Jamie dan Jared yang masih hidup dan bersembunyi.

Pikiran-pikiran itu membawa mereka berdua ke kawasan Gurun di antara Tucson dan Phoenix. Tempat persembunyian yang sempat Uncle Jeb—paman Melanie—sampaikan pada keponakannya itu saat ia masih manusia seutuhnya. Selama perjalanan itu pula, Wanderer dan Melanie memulai persahabatan mereka. Keduanya dipersatukan oleh maut yang hampir menjelang, saat tubuh mereka kekurangan cairan akibat teriknya gurun. Melalui rintangan yang begitu menyiksa, Wanderer akhirnya berhasil membawa tubuh mereka ke tempat persembunyian itu.
Tapi penyiksaan belum berhenti sampai di situ.

Mereka dibawa ke sebuah ruang bawah tanah oleh sekerumunan orang. Orang-orang yang berhasil bersembunyi dari incaran para jiwa di atas sana. Mereka dipimpin langsung oleh Jeb, seorang kakek tua nyentrik yang selalu mengacungkan senapan saat ide-ide uniknya ditentang penghuni lain.
Wanderer dan Melanie begitu terkejut sekaligus girang bukan kepalang, saat menyadari kalau Jared termasuk dari salah satu mereka yang membawanya ke sebuah ruang sempit di tempat persembunyian itu. Dengan kata lain, Jared dan Jamie berhasil meyelamatkan diri mereka.
Tapi Jared berbeda. Ia bahkan ingin membunuh tubuh mereka, saat menyadari kalau Mel telah disisipi. Tentu saja kenyataan itu menggerus hati keduanya: Melanie dan Wanderer, kedua sosok yang punya cinta permanen pada pria bertubuh besar itu. Bahkan Kyle, salah seorang dari mereka yang selamat, sempat dua kali melakukan percobaan pembunuhan pada tubuh Wanderer dan Melanie.
Mereka begitu beruntung hingga bisa tinggal lebih lama dan mendapat kepercayaan dari sebagian di antara orang-orang itu. Bahkan Wanderer punya nama baru di tempat tersebut. Mereka semua memanggilnya Wanda atas usul Jeb.

Waktu terus berjalan, dan Wanda semakin dipercaya dan terbukti kesetiaannya. Ia dihargai sebagaimana manusia lain dihargai di tempat itu. Tapi kabar bagus itu malah menyakitkan bagi Mel. Ia yang sepenuhnya tidak bisa lagi mengontrol tubuhnya mulai merasa terabaikan dan tidak diperlukan. Tapi Wanda berusaha keras meyakinkan sahabatnya—atau mungkin lebih tepat disebut saudarinya itu, bahwa setidaknya Jared dan Jamie masih sangat membutuhkannya.
Kebaikan dan ketulusan hati Wanda mendapat nilai lebih di hati Ian, salah seorang dari para survivor yang notabene-nya adalah adik Kyle.

Diam-diam Ian jatuh hati pada makhluk asing itu. Ia mencintai sosok di balik tubuh itu. Tapi Jared menanggapi perasaan Ian dengan salah paham. Jared tidak suka kalau Ian semakin dekat dengan Wanda, karena tubuh yang Wanda pakai adalah tubuh kekasihnya. Begitu pula Melanie, yang tidak suka kalau tubuhnya disentuh oleh Ian yang punya perasaan pada Wanda.

Tentu saja hal itu menjadi dilema yang sangat besar bagi Wanda. Ia juga punya perasaan spesial pada Ian, tapi di lain hal, ia juga mencintai Jared sama seperti cinta Mel pada pria itu. Kebimbangan ini pula yang akhirnya harus segera diselesaikan oleh Wanda.

Ia tidak ingin menyakiti salah seorang pun dari kerabatnya itu; baik Ian, Jared apalagi Melanie. Tapi ia juga tidak ingin kembali ke bangsanya. Wanda telah benar-benar jatuh hati pada makhluk-makhluk asing itu. Makhluk-makhluk asing yang sempat ia pikir sebagai monster karena sifat-sifat kasar mereka. Ia tahu bahwa ia sekarang adalah pengkhianat kaumnya. Benar-benar yakin hingga ia ingin mati dan dikebumikan di planet ini bila tiba waktunya.
Lantas apa yang akan dilakukan Wanda, demi membahagiakan semua pihak? Akankah ia mengembalikan raga yang ia tempati, kepada Mel? Lalu siapa Petals Open to the Moon? Sosok yang akhirnya dipacari Ian? Bagaimana perasaan Wanda?

Buku setebal 776 halaman ini benar-benar menggugah rasa penasaran pembaca di setiap halamannya. Menyajikan sebuah cerita yang begitu jarang diangkat penulis lain: sebuah cerita yang menggabungkan unsur Sains-Fantasi-Fiksi dengan seratus persen Roman yang menyayat-nyayat hati.
Buku keempat Stephenie Meyer ini, berhasil membawa pembaca mengenal lebih dalam tentang sifat-sifat dasar manusia yang ia rangkum dari sudut pandang makhluk luar angkasa yang begitu polos. Meyer menciptakan sebuah tokoh yang punya dua jiwa di satu tubuh—bukan tokoh psikotik yang berkepribadian ganda, tapi benar-benar dua jiwa berbeda yang tinggal di satu tubuh; sebuah rekaan fiksi yang luarbiasa dan tak terduga.

Para pembaca seakan diingatkan oleh Meyer—melalui karakter Wanda yang begitu tulus dan serbabaik—tentang kekerasan-kekerasan yang berasal dari hati kelabu para manusia. Bahwa cinta manusia sangat subyektif. Bahwa kita bahkan bisa saling membunuh—tak peduli kalau kita punya kode genetik yang sama atau kita berada di satu spesies yang seharusnya saling melindungi, demi diri sendiri dan apa yang kita yakini benar.

Meyer juga menyisipkan pesan, bahwa dalam kondisi apa pun, cinta dan hidup akan terus berjalan beriringan. Bahwa akan tetap ada cinta di mana hidup masih tergelar. Seperti ucapan terima kasihnya yang singkat di awal buku: untuk ibuku, Candy, yang mengajariku bahwa cinta adalah bagian terbaik dari cerita apa pun.

Dalam rangkuman panjang The Host, Meyer tampaknya masih sangat senang menyisipkan daerah-daerah yang dulu pernah ia tinggali semasa kanak-kanak. Seperti Tucson, Phoenix, Forks, dan Seattle, yang juga menjadi latar di buku-bukunya sebelum ini.

Namun sayang, mahakarya sastra ini dikotori dengan salah ketik di beberapa bagian, contohnya pada halaman 490: Kurasa belakangan ini kau terlalu banyak menyindir,” ujar Melanie kepadaku.
Seharusnya sebaris kalimat pikiran Melanie itu tidak menggunakan tanda petik di ujungnya, sebagaimana kalimat-kalimat pikiran Mel yang lain.

Tapi setitik kekurangan itu dapat dibalut rapi Meyer dengan frasa-frasa indah dalam novelnya ini. Semisal: ... Aku memperhatikan seorang lelaki berambut ikal warna jahe terang yang mencolok—dan ia yang paling jangkung (The Host, halaman 768). Maksudnya, bagaimana bisa seseorang mengamati warna jahe sehingga menyamakannya dengan warna rambut orang lain? Meyer juga menunjukan kejeniusannya dalam menulis dengan perumpamaan-perumpaan yang jarang digunakan penulis lain; semisal: Aku merasa marah, karena kata-kata ini masih memiliki kekuatan untuk melukaiku, untuk mendatangkan air mata yang menyengat mataku. Kucoba untuk tetap memikirkan Ian—ia sauhku, seperti Kyle menjadi sauh untuk Sunny—tapi sulit melakukannya saat Jared menyentuhku, dengan aroma tubuhnya di hidungku. Rasanya seperti mencoba melantunkan lagu dengan biola ketika seluruh alat musik perkusi sedang dibunyikan keras-keras... (The Host, halaman 733).

Selebihnya buku ini adalah sebuah gagasan romantis yang layak disandingkan dengan kisah-kisah cinta ternama sebelumnya: seromantis Titanic; setragis Romeo and Juliet; dan semembahagiakan Twilight.
No comments   |  

Polisi Lalu Lintas di Udara


Tahukah Anda, kalau ternyata polisi lalu lintas tak hanya ada di dataran Bumi ini saja? Bagi pesawat dan kendaraan udara lainnya ternyata tak bisa sembarang melintas di angkasa. Ada Air Traffic Controllers (ATC) yang mengatur segalanya. Segalanya di sini benar-benar berarti segalanya. Bahkan pilot pesawat harus mendapat ijin dari ATC jika ingin belok dari lintasannya karena ada awan di depan.

Prosedurnya begini: setiap maskapai yang ingin menerbangkan pesawatnya harus menyerahkan fight plan yang dibuat sendiri oleh si Pilot. Isinya jalur penerbangan dan tujuan yang dipilih. Berdasarkan data-data tersebut, ATC akan memandu Pilot dalam penerbangannya. Ketinggian, frekuensi dan tekanan angin membuat pesawat dan kendaraan udara lainnya tak bisa sesuka hati berkendara. Salah sedikit titik koordinat saja bisa sebutkan kecelakaan udara yang mengerikan.

Meski sebagai pengatur lintas di udara, ATC tetap butuh para Pilot sebagai mata mereka di lapangan. Bisa saja koordinasi yang telah disiapkan ATC dihalangi oleh awan kumolonimbus yang melintas. Maka dari itu, komunikasi yang baik antara ATC dan Pilot benar-benar dibutuhkan.

Menurut I Gusti Ketut Susila, President ATC Indonesia, masalah utama yang kini dihadapi ATC dalam memantau jalur lalu lintas udara di Indonesia adalah gangguan frekuensi radio-radio amatir. Tak jarang, saat Pilot mengemudikan pesawatnya dan berkomunikasi dengan ATC ada gangguan frekuensi dari radio amatir yang menyelip dalam frekuensi mereka. Sebenarnya hal tersebut ilegal. Masih menurut Susila, ATC sendiri sudah sering melaporkan masalah ini pada Departemen Komunikasi dan Informasi.

Sunday, May 13, 2012

  |   No comments   |  

Sepenggal Kisah Tentang Hitam dan Hampa

Oleh: Gadis Merah Jambu (hadissaprimanda.blogspot.com)

                Aku tak tau pasti kapan pertama kali aku bertemu dengannya. Yang aku ingat, ia datang dengan wajah lelah karena sebelumnya terburu-buru untuk masuk ke ruangan tempat aku dan dia kini bernaung. Tanpa pikir panjang ia langsung saja duduk tanpa memerhatikan sekeliling. Tak jauh dari tempatku duduk pula. Sebelum akhirnya ia disuruh pindah ke bagian lebih dalam dari ruangan itu. Kesan pertama yang aku ingat adalah cupu, polos, dan dagu belah. Ku panggil dia adik dagu belah. Semakin takjub tatkala tau nama lengkapnya yang diawali dengan kata “Aulia”. Sebuah nama yang hingga kini masih membuat jantungku bergetar aneh. 

                Sejak itulah aku entah kenapa mulai lebih sering memerhatikannya dibanding manusia baru lain yang juga berkunjung ke rumah itu. Sehari-hari, ia didominasi dengan kemeja lengan panjang. Serta tas ranselnya. Sehari-hari pula, ia lebih banyak diam. Sibuk dengan dunianya sendiri yang tak bisa dimasuki oleh orang lain. Punya tameng transparan yang membuat orang lain hanya mampu berdiri di sekitarnya tanpa sanggup mendekat. Ia hanya sesekali berbicara. Hanya yang penting-penting saja. Dan itu pun dengan bahasa yang tak mudah dicerna. Sungguh, ia adalah orang aneh.
                Keanehan itu semakin terpancar dari akun jejaring sosialnya. Penasaran telah mengantarku untuk membuka detail-detail kehidupannya yang lain. Dari jenis buku, jenis musik, dan quotes yang ia pampangkan di situ, aku berkonklusi kalau asumsiku memang tak salah. Dia aneh. Selera buku dan musiknya tidak seperti orang kebanyakan.

                Perlahan, aku mulai punya forum dengannya. Aku mulai bisa melepas dahaga penasaranku dengan bertanya hal-hal lain tentang dirinya. Tapi tetap saja tak mudah menjadikannya lawan bicara. Sepanjang apa pun kau bertanya, ia hanya memberi jawaban minimal. Seluas apa pun penjabaranmu mengenai suatu masalah, paling dia hanya akan tersenyum dan menimpali dengan dua kata.

                Waktu pernah membiarkan aku  berada di rumah itu berdua saja dengannya. Hampir  satu jam kami bernaung dengan iklim sepi. Namun tak ada satu pun alunan kata yang keluar. Benar-benar aneh. Terlebih aku bukan orang yang bisa membuka pembicaraan dengan siapa saja. Ia diam, aku juga turut diam.

                Jujur, mengenal dia di awal hubungan kami sungguh melelahkan. Ia benar-benar tak banyak menggubrisku. Namun tidak dengan orang lain. Dan ini tentu saja membuatku kesal. Kepada beberapa temanku yang lain, ia bisa terbuka. Dan bercerita.

                Ia sosok yang berbeda saat di dunia maya dengan dunia nyata. Ia lebih nyata di dunia maya, sementara maya di dunia nyata. Hal itu yang aku tangkap dari uraian pesan singkat yang ia kirimkan kepada temanku. Di dunia maya, ia bisa jadi orang yang apabila kau berbicara dengannya, kau tidak akan kehilangan arah. Ia menjadi orang paling cerewet dan menanggapi apa pun yang kau tuliskan. Teman komunikasi dua arah yang baik. Satu lagi, bukti keanehannya.

                Di balik itu, ia ilustrator yang andal. Aku terkesima saat ia menitipkan potret wajah temanku tadi dalam sehelai kertas. Tak ada cacat, serupa dengan aslinya. Saat itu, siapa pun yang melihat gambar itu berdecak kagum. Pujian-pujian mengalir. Keberuntungan memang milik si teman tadi. Aku sangat iri kala itu. Ingin pula aku yang dijadikan objek lukis si ilustrator andal.

                Ia juga ahli menulis. Cerpen “Cermin”-nya adalah karya pertama yang aku baca. Cerita yang rumit, bahkan hingga kini aku tak mampu memahami pesan apa yang ingin disampaikannya. Sekali lagi, dia memang aneh.

                Lalu, ia mulai punya kelompok sendiri di rumah itu. Kelompok yang katanya punya keanehan yang sama dengannya. Keanehan yang menurutku mereka sesuaikan sendiri dengan pribadi si adik dagu belah. Mungkin ini wujud kecemburuanku kala itu. Tapi itu benar. Terlalu banyak fakta hingga tak bisa ku ungkapkan. Salah satu yang paling aku ingat adalah demam Adele yang tiba-tiba menyerang kelompok itu. Padahal sebelumnya, hanya satu orang yang menggaungkan nama si penyayi. Itu pun hanya beberapa lagu.

                Dan ia juga pandai menyanyi. Suaranya khas, serak basah, lembut dan menenangkan. Aku tak bisa melupakan kesan berduet dengannya menyanyikan “Need you know” dari Lady Antebellum. Sebuah suasana yang tidak sengaja, sementara saat itu ia masih tersipu malu saat berhadapan denganku.

***

                Ia menamai dirinya Hitam dan Hampa. Sebuah kombinasi unik dari sebuah warna dasar dengan kondisi kosong dan hening. Sepertinya, hitam menggambarkan tetang pribadinya yang tak mudah dijamah orang lain. Hanya hitam, sehingga orang hanya mampu meraba. Menerka seperti apa dia yang sesungguhnya. Atau, bisa juga ia adalah orang yang rumit. Terlalu banyak hal yang merangkai dirinya. Layaknya ribuan warna yang bila dicampurkan semua akan berujung hitam.

                Lalu hampa. Kosong. Hening. Tanpa sesuatu. Mungkin ia masih mencari. Siapa dan dimana sesuatu yang bisa benar-benar paham akan dirinya. Atau hampa karena setiap orang yang berusaha mencarinya dalam kegelapan akan dirinya hanya akan menemukan kehampaan. Kosong. Hening. Tanpa sesuatu. Memang hanya dia yang paham betul, seperti apa dan untuk apa dia ada. 

                Ini hanya sepenggal dari kisahnya. Setidaknya ini bisa memberikan gambaran, seperti apa Hitam dan Hampa itu berpadu.

-140512- 00:10 am
When he asked about how complicated he is, the complicated man that I’ve ever meet !!

Saturday, May 12, 2012

  |   No comments   |  

Yang Ditunggu-Tunggu

Judul Buku : Breaking Dawn (Awal Yang Baru)
Pengarang : Stephenie Meyer
Penerbit : Pt. Gramedia Pustaka Utama
Genre : Fiksi-Fantasi-Roman
Tebal : 864 hal
Terbit : Januari 2009
No. ISBN : 9789792243088




Bila kau mencintai orang yang membunuhmu, kau tak punya pilihan. Bila nyawamu satu-satunya yang harus kauberikan untuk orang yang kaucintai bagaimana mungkin kau tidak memberikannya?


Begitu kiranya sebaris prolog yang ditulis Stephenie Meyer ke dalam buku keempat dari saganya, Twilight. Meyer melanjutkan kisah cinta Bella, si manusia dan Edward, si vampir ke dalam alur tak terduga.

Dikisahkan bahwa Bella telah meneguhkan hati menerima lamaran Edward untuk menikahinya. Dibantu oleh Alice, Bella tampil memukau di pesta pernikahannya yang dihadiri oleh semua orang yang dicintainya; Charlie, Renée, Philippe, bahkan Jacob. Membuat Bella merasa begitu bahagia.
Hadiah pernikahan dari Carlisle dan Esme juga membuat Bella tidak menyangka kalau kesenangan akan terus datang bertubi-tubi padanya. Ia dan Edward diizinkan Esme untuk berbulan madu di pulaunya di kawasan Brazil.

Namun ketenangan mereka berakhir dengan bencana ‘kehamilan Bella’. Edward tidak sebahagia Bella ketika mengetahui hal yang satu ini. Ia bahkan tega menyuruh Bella menggugurkan kandungannya. Tentu Bella bersikeras menolak permintaan itu, dan ia meminta bantuan Rosalie untuk mendukung keputusannya.

Kekhawatiran Edward terwujud. Keadaan Bella malah jadi sangat buruk seiring perkembangan bayinya. Rusuknya patah setiap kali si bayi bergerak di rahimnya. Perut Bella juga sangat cepat membuncit. Usia bayinya baru satu bulan, tapi ukurannya sudah seperti delapan bulan.
Perkembangan ini semakin memerparah keadaan Bella.

Hingga akhirnya si bayi dipaksa keluar karena dianggap sudah cukup besar. Keadaan Bella seperti korban tabrak truk pascakelahiran bayi perempuannya yang setengah manusia dan setengah vampir. Edward terpaksa menyuntikkan racunnya pada Bella. Sehingga Bella kini telah sama dengan dirinya; menjadi vampir.

Renesmee Carlie Cullen, begitu Bella menamai puterinya, terlahir dengan sangat sempurna. Entah bagaimana, semua orang yang melihatnya akan merasa simpati dan jatuh cinta pada gadis ajaib ini. Bahkan Jacob, si Shape-Shifter yang dalam seri-seri sebelumnya sangat mencintai Bella, malah merubah niatnya dari membunuh Renesmee menjadi meng-imprintnya.

Nessie, sapaan akrab Renesmee, juga memiliki kekuatan super yang membuatnya bisa berkomunikasi dengan orang lain tanpa harus membuka mulut, melainkan hanya dengan sentuhan; kebalikan kekuatan super Edward, ayahnya. Begitu pula Bella, si vampire baru ini bahkan ajaibnya punya dua kekuatan super sekaligus; pengendalian diri super dan perisai pelindung. Tubuhnya juga berubah sangat sempurna. Sehingga Charlie, ayahnya, tak menyangka kalau dibalik tubuh indah itu adalah Bells-nya.

Tapi, kebahagiaan keluarga kecil itu masih harus diganggu dengan sebuah kesalahpahaman.
Pertumbuhan Renesmee yang menakjubkan ternyata disalahartikan oleh Irina, kerabat keluarga Cullen dari Alaska. Irina mengira kalau Nessie adalah Immortal-Child, yakni vampir anak-anak yang menjadi ancaman besar bagi eksistensi kaum yang berdarah dingin.
Irina mengadu pada keluarga Volturi, sejenis bangsawan bagi vampir yang fungsinya kurang lebih sama dengan polisi—hanya saja lebih kejam, karena semua hukuman sama bagi setiap terdakwa yakni, eksekusi mati.

Segera secepat mereka bisa, keluarga Volturi yang memang punya niat khusus terhadap keluarga Cullen, pergi dari Volterra, Italia menuju Forks, Washington. Bahkan tidak seperti pengeksekusian biasanya, kali ini Volturi membawa pasukan penuh—seperti benar-benar ingin berperang.
Lantas berhasilkah Edward dan Bella mengubah paham vampir-vampir kejam itu? Dan menyelamatkan bayi raksasa mereka? Lalu, bagaimana Bella menjelaskan tentang dirinya yang sudah bukan manusia lagi pada Charlie dan Renée? Dan bagaimana perasaannya setelah mengetahui kalau Jake, sahabat yang pernah dicintainya, malah cepat atau lambat akan segera menikahi putrinya?
Akhir dari seri Twilight ini memang benar-benar tidak terduga. Semua penggemar Edward dan Bella mungkin tidak menyangka kalau Bella pada akhirnya akan berubah menjadi vampir dan menikahi Edward hingga mempunyai buah hati. Meyer menyusun saganya dengan sangat apik. Namun seperti seri-seri sebelumnya, seri kali ini juga terkesan molor di awal cerita. Meyer tampak kewalahan mengatur imajinasinya yang luarbiasa ke dalam plot cerita. Tapi bukan berarti bagian awalnya bisa dilewatkan begitu saja; malah setiap kalimat akan saling relevan.

Meyer membagi novel ini menjadi tiga bagian, bagian Bella, Jacob dan Bella. Buku pertama dan ketiga digambarkan dengan sudut pandang Bella dan buku kedua dijelaskan dengan sudut pandang Jacob. Dibuku inilah pengemar Twilight bisa memahami pemikiran dangkal Jacob yang terkesan singkat dan ceroboh.
Sisanya buku ini layak untuk jadi yang ditunggu-tunggu dalam list mereka yang menggemari kisah Roman-Fantasi.

Nilai-Nilai Kebudayaan:
Beberapa perbandingan budaya tergambar jelas di Breaking Dawn dengan kehidupan sehari-hari kita, bangsa berbudaya timur. Seperti Bella yang memanggil Carlisle dan Esme, kedua mertuanya, dengan panggilan nama saja. Bukan teguran khusus untuk orang yang lebih tua dan lebih dihormati, seperti di Indonesia.

Bella juga memanggil beberapa teman ayahnya dengan sebutan nama, selayaknya remaja-remaja lain di Amerika.

Selain itu, pernikahan di usia muda (sekitar 17-18 tahun) di Amerika juga terkesan biasa—bukan suatu hal yang perlu digunjingkan tetangga.
  |   No comments   |  

Thajch: Rahasia

Badish sudah terbang lebih dari tiga jam. Padahal pagi akan menjelang. Bisa-bisa dia melanggar Pantangan Pertama. Anak itu memang sangat keras kepala. Kepala Desa pasti marah kalau tahu hal ini. Apa yang harus kulakukan? Diam saja, menutupi kesalahan sahabatku dan menerima risikonya bersama, atau melaporkan Badish pada Kepala Desa, hitung-hitung memberinya pelajaran.

“Kenapa berkeliaran di sini, Thajch? Ini kan sudah mau pagi. Kau seharusnya sudah pulang,” suara Kepala Desa mengejutkanku. Bagaimana pria tua beruban ini ada di sini? Jangan-jangan dia tadi melihat Badish terbang.

“Eee...,” aku bingung harus menjawab bagaimana. Mana mungkin aku bisa mengelabui Shape-Shifter sehebat dia. Bisa-bisa tamat riwayatku.

“Ada yang ingin kausampaikan?”

Mati aku! Kan sudah kubilang, dia Shape-Shifter terhebat.

“Tidak, Tuan! Saya baru saja hendak pulang!” Badish harus tanggungjawab kalau aku dihukum karena berbohong pada Kepala Desa.

“Kalau begitu pulanglah. Sebentar lagi akan fajar.” Dia berbalik dan meninggalkanku sendiri di hutan ini.

Apa yang barusan kulakukan? Apa aku berhasil menipu Gsernja yang termashyur itu? Oh yang benar saja!

“Thajch! Thajch! Apa sudah aman?” suara lain mengejutkanku.

Seekor elang jantan yang tampak kuat dan sangat besar untuk ukuran elang normal, mendarat di tanah di depanku. Tubuhnya tinggi, setinggi dada orang dewasa. Bulu-bulunya mengilat walau hanya ada bulan sebagai penerangan. Matanya juga berbinar dan sangat tajam. Benar-benar tampilan seekor elang perkasa.

“Badish? Apa kau gila?” aku hampir meledak dan berteriak sekencang-kencangnya kalau saja tidak ingat Kepala Desa yang mungkin masih belum jauh. “Bukan! Pertanyaanku salah! Kau memang gila! Tapi bisa tidak, tidak usah melibatkan siapa pun dalam misi anehmu?”

“Tenanglah, Thajch. Aku kan cuma pergi sebentar,” ujar si elang.

“Cukup untuk membuatku mati berdiri karena ditanyai Kepala Desa.” Aku hanya bisa menggerutu sekarang.

“Terima kasih karena telah melindungiku, kau memang temanku yang paling baik.” Badish mendekat, dia mengusap-usapkan paruh panjang dan runcing miliknya ke sisi kanan pipiku.
“Sudah, sudah! Cepat berubah kembali, sebelum ada yang melihat. Kita harus kembali ke perkampungan sebelum fajar datang.”

Hari ini pasti akan sangat panjang. Semua orang juga pasti akan sangat sibuk, karena besok adalah perayaan hari Cuma: hari kelahiran pemimpin pertama perkampungan ini. Semua Shape-Shifter harus bekerja sama menyiapkan sebuah pesta rakyat yang akan dimulai tepat tengah malam nanti. Pesta ini semacam ritual rutin yang dilakukan orang di desa kami setiap satu windu sekali. Karena umur Shape-Shifter di desa ini dihitung per windu.

Semua orang tampak bersemangat sekali menjalankan tugas mereka masing-masing. Dipimpin orang seandal Gsernja, mereka semua semakin semangat bekerja. Apalagi ini pesta keramat bagi semua Shape-Shifter baru, karena mereka pasti akan mendapat Panggilan; semacam kekuatan supranatural yang memang mereka miliki sejak lahir, hanya saja baru bisa berfungsi saat tiba Perayaan Cuma pertama mereka.

Beruntung Badish! Dia baru berubah jadi Shape-Shifter dewasa dua bulan lalu. Dan sekarang sudah saatnya mendapatkan Panggilan-nya. Kira-kira kekuatan apa yang akan dimiliki anak perkasa itu? Aku benar-benar iri padanya.

“Kau suka sekali melamun, Thajch!” Badish mengejutkanku, lagi.

“Kau yang suka sekali mengejutkanku.”

Kami hening sejenak. Badish bergabung denganku dan duduk di sampingku, di atas sebatang kayu tua yang sudah mati.

“Kenapa tidak membantu Ayahmu menyiapkan tempat perapian untuk nanti malam? Kaulihat! Dia sepertinya butuh bantuan,” ujar Badish. Dia menunjuk Ayah yang memang tampak kesusahan sekali meyusun batu-batu besar yang akan dipakai sebagai tampat perapian nanti malam.
Tapi saat aku ingin menjawab pertanyaan Badish, Ayah meledak dan berubah menjadi seekor serigala gunung yang sangat besar dan tentu saja tampak tangguh. Taringnya berderet rapi di depan moncongnya yang panjang. Tubuhnya sangat besar, apalagi untuk ukuran serigala gunung biasa. Bahkan tinggi tubuh-Shape-Shifter-Ayah melebihi ukuran kuda normal.
Dengan mudah, ayah mengangkat bebatuan besar itu ke atas punggungnya. Dan kemudian meyusun rapi batu-batu itu.

“Kaulihat kan? Seorang Shape-Shifter dewasa tak pernah perlu bantuan untuk mengerjakan tugasnya sendiri.” Aku tak bisa menyembunyikan nada kekecewaan dalam suaraku.

“Ayolah, Thajch! Kau tak perlu berkata begitu. Kau kan juga Shape-Shifter.” Badish berusaha menghiburku, tapi gagal.

“Kau tak tahu rasanya, Badish. Aku sudah cukup umur untuk berubah, tapi kenapa sampai sekarang aku masih saja seperti manusia biasa? Ini tidak adil.”

“Kau kan baru dua windu, bersabarlah sedikit. Mungkin beberapa bulan lagi kau sudah jadi serigala gunung yang hebat seperti Ayahmu.”

“Kau kan juga masih dua windu, Badish! Dan kau sudah jadi elang hutan yang sangat perkasa. Bahkan tubuhmu hampir sempurna untuk ukuran elang Shape-Shifter.” Aku tak bisa menahan emosiku. Rasanya sungguh tidak nyaman menjadi satu-satunya orang yang belum berubah menjadi dewasa, di saat yang lain bahkan hampir berubah menjadi Shape-Shifter yang sangat dewasa.

“Terima kasih pujiannya, tapi kau tak perlu kecil hati. Rajin-rajinlah berlatih, siapa tahu dengan begitu kau jadi lebih cepat berubah.” Badish melingkarkan tangannya ke pundakku. Dia benar-benar sahabat yang bisa diandalkan. Selalu tahu bagaimana menenangkan emosiku yang gampang meledak-ledak.

“Omong-omong, sebenarnya apa yang kaulakukan tadi malam? Ada yang keusembunyikan dariku? Ayolah, Badish, kau ini sebahatku kan?” aku menyikut lengannya, berharap dia mau berbagi rahasia denganku.

“Tapi kau harus janji untuk tidak mengatakannya pada siapa pun, janji?”

“Kau bisa memercayaiku. Janji,” ujarku sambil menarik garis vertikal di mulutku.

“Ini berhubungan dengan Tiga Peraturan...,”

“Jangan bilang kaumelanggarnya,” aku tak bisa menahan untuk tidak memotong.

“Dengarkan saja dulu,” sambung Badish. “Dua hari lalu, saat aku mandi di sungai Cliwunh, aku mendengar suara aneh. Awalnya kukira suara itu adalah suara seorang Shape-Shifter yang juga sedang mandi. Tapi suara itu semakin lama semakin lemah. Aku penasaran, dan tentu saja aku mencari sumber suara itu.

“Semakin dekat, suara itu semakin menghilang, tapi semakin jelas. Orang itu ternyata minta tolong. Kau tahu siapa yang kutemukan?” wajah Badish berubah pasi. Seolah temuannya itu sanga berharga atau berbahaya.

“Apa? Jangan buat aku penasaran begitu,” tegurku.

“Aku menemukan seorang gadis. Sangat cantik, awalnya aku bingun dia dari klan mana. Karena wajahnya asing.”

“Apa maksudmu dengan awalnya?” suaraku menegaskan kata ‘awalnya’.

“Tapi kau harus benar-benar diam dan janji jangan terkejut?”

“Aku janji.” Aku sudah sangat penasaran.

“Gadis itu sedang pingsan saat aku menemukannya. Beberapa jam keudian baru dia sadarkan diri. Saat kutanyai, ternyata dia bukan Shape-Shifter. Dia manusia.”

“APA? Kau benar-benar gila, Badish!” reflek, aku bangkit dari tempat duduk. Bagaimana bisa si bodoh ini bisa melanggar pantangan terbesar bagi kaum Shape-Shifter? Tamatlah riwayatnya!

“Dengarkan aku dulu, Thajch! Dia sedang sekarat, dia butuh bantuan kita. Kau harus menolongnya!”

“Tapi kau tahukan? Kau sudah melanggar Tiga Peraturan sekaligus. Sekaligus! Badish!” aku tidak bisa menahan untuk tidak berteriak. Dia memang tolol, tapi aku tidak menyangka Badish bakal jadi sebodoh ini.

“Ayo ikut aku, Thajch!”

Badish menarik leganku kuat-kuat. Mungkin kalau aku tidak megimbanginya, tanganku bisa patah.
Dia menarikku ke dalam hutan, menjauhi penduduk desa yang tengah sibuk menyiapkan pesta. Aku hanya diam ditariknya. Pikiranku belum bear-benar jernih. Badish telah melakukan dosa yang sangat besar. Bisa-bisanya dia berhubungan dengan manusia. Eksistensi kaum Shape-Shifter bisa terancam.
“Badish?”

Kami berhenti di sebuah pondok yang jelas sekali baru dibuat beberapa hari lalu. Di depan pondok itu ada seorang gadis seumuran dengan kami. Badish benar tentang kecantikkannya. Aku belum pernah melihat gadis secantik dia. Kulitnya sangat putih, berbeda dengan gadis-gadis di desa kami yang berkulit cokelat kayu.

Matanya juga aneh, tapi begitu memukau. Hijau seperti sup brokoli yang biasa Ayah masak. Gadis ini seperti punya sihir. Seolah wajahnya menarik semua orang untuk simpati padanya.

“Bagaimana keadaanmu, Chloe?” wajah Badish juga terlihat berbinar setelah melihat gadis ini.

“Aku baik.” Chloe tersenyum, dan semua orang di sini tersihir. “Kau membawa teman ya?”

“Ya. Namanya Thajch. Thajch, kenalkan dia Chloe!” Badish berubah aneh. Dia seperti sedang berhadapan dengan presiden Negara maju.

Beberapa jam kemudian, kami masih terus berbincang dengan gadis luarbiasa cantik itu. Dia tampaknya punya banyak sekali cerita, dan anehnya aku apalagi Badish tetap setia mendengar ceritanya.

Chloe bilang, dia adalah seorang putri kaisar negeri seberang. Beberapa hari yang lalu dia dan beberapa pengawalnya tengah berlayar untuk mengunjungi pamannya yang juga adalah seorang kaisar di pulau ini. Tapi di tengah perjalanan, kapalnya diterpa badai yang kuat hingga ia terdampar di sini. Dari tepi pantai hingga sungai Cliwunh, Chloe berjalan mencari bantuan dan akhirnya ditolong Badish.

Badish ternyata juga sudah menceritakan semua rahasia kami pada Chloe. Dan Chloe tahu semuanya. Badish memang tolol, tapi memang sulit untuk tidak mengatakan apa pun pada gadis dengan charisma seperti Chloe.

Kami pulang setelah mencarikan beberapa buah-buahan untuk makan malam Chloe. Aku berjanji untuk merahasiakan hal ini dari semua orang. Badish sama takutnya dengan Chloe. Dan ketakutan itu tertular padaku. Sekarang aku bagian dari rahasia kecil mereka; dengan kata lain, aku juga telah melanggar Tiga Pantangan, hukum tertinggi di desa ini. Siap tak siap, aku harus siap dengan segala risikonya.

Perayaan Cuma dimulai tepat tengah malam. Desa ini mendadak ricuh dengan semua kesenangan penduduknya. Tapi pikiranku dipenuhi dengan Chloe dan Badish. Bagaimana bisa tenang kalau sudah melakukan tindak kriminal? Tapi aku bukan seorang pengkhianat, aku tidak mau mengadukan mereka. Lagipula Chloe gadis yang baik, aku tidak bisa membayangkan kalau dia akan dihakimi oleh kerumunan orang-orang dengan kekuatan gaib ini.

Tanpa kekuatan gaibnya pun, orang-orang suku kami sudah sangat mengerikan untuk dilihat. Pasti gadis selembut Chloe akan sangat ketakutan.

“Perhatian! Kepala Desa ingin menyampaikan sesuatu,” ujar Ayah.

“Aku ada sebuah kabar buruk. Perayaan kita dirusak dengan temuan dari beberapa Shape-Shifter dewasa yang sedang berburu di hutan. Mereka membawa,” di tengah pembicaraan Gsernja, orang-orang mulai ricuh. Sebagian dari mereka mulai ketakutan. “Bawa kemari buruan kalian!” teriak Gsernja pada beberapa pengawalnya yang berdiri di salah satu sudut kerumunan orang.
Aku sangat terkejut ketika sosok mungil Chloe muncul di tengah kerumunan dengan tangan terikat dan mulut disumpal kain. Gerakan yang selanjutnya kulakukan adalah memutar pandangan, mencari Badish. Tapi nihil. Anak itu entah ke mana?

“Gadis ini adalah manusia,” kata Gsernja, disambut dengan seruan kaget dari semua orang. Pandangan jijik menyusul ke arah Chloe.

“Bunuh saja dia. Terakhir kali manusia datang kemari, mereka membawa kutukan ke desa ini: seorang anak setengah Shape-Shifter,” seseorang memotong, membongkar sebuah fakta yang baru kuketahui.

“Kita tak perlu Thajch yang lainnya!”

Dahiku mengernyit. Belum sepenuhnya mencerna dialog-dialog mereka. Dan dua detik kemudian, setelah aku benar-benar paham, Ayah meledak dan menerjang ke arah kerumunan—tepat ke arah Shape-Shifter yang barusan berbicara.

Serigala sebesar kuda berusaha mencabik orang itu. Orang yang telah menjelaskan alasan terbesar mengapa aku tidak tumbuh normal seperti Shape-Shifter lainnya. Menjelaskan padaku tentang siapa sebenarnya perempuan yang melahirkanku; perempuan yang sama sekali belum pernah kutemui.
“Senar! Berhenti!” Kepala Desa berteriak, dan seisi kampung terdiam, termasuk Ayah yang hampir berhasil membunuh orang itu.

Tapi apa peduliku lagi? Ternyata aku bukan salah satu dari mereka. Bukan Shape-Shifter sejati seperti yang lainnya. Dan itu berarti ini bukan tempatku, bukan rumahku.

Tanpa perlu pikir panjang lagi, aku berlari pergi. Menjauh dari kerumunan orang yang separonya memandangku jijik. Menjauh dari orang-orang yang ternyata membenciku selama ini, yang menganggapku sebagai kutukan.
  |   No comments   |  

Gadis Merah Jambu

Tubuh mungilnya keseringan terbalut pakaian berwarna senada: merah muda 
Saat temaram diganti kicauan nuri muda, ia bangun dengan senyum yang sama sebelum tidur 
Kadang kecut masam, kadang kelampau girang 
Ia memang seperti iklim di pesisir, sukar ditebak kecuali oleh nelayan 
Semuanya tergantung dari yang dilewatinya sebelum senja melahap surya
Bahkan di sela sela detik, perangainya bisa berganti seperti mimikri bunglon Benar-benar bak iklim dan cuaca 
Tapi selalu terhibur oleh penari dan penyenandung bermata sipit Ia pun pintar bersenandung, bahkan gemar 
Di bawah hujan terkadang ia senang, tapi yah, saat ada lengang waktu, ia pilih molor 
Tidur di atas kasur, sambil mimpi tentang penghibur sipitnya 
Kalau ingin bangun, nafsu molor di atas kasur merah muda timbul lagi orangnya itu pemilik

Friday, May 11, 2012

  |   No comments   |  

Melihat Alien Kejar-Kejaran di Bumi

Captured by: Aulia Adam
Judul               : I am Number Four
Penulis             : Pittacus Lore
Alih Bahasa     : Nur Aini
Terbit               : Januari 2011
Harga              : Rp 69.000
Tebal               : 493 Halaman
ISBN               : 978-979-433-606-9

Lore mengingatkan, “Peristiwa-peristiwa dalam buku ini adalah benar-benar nyata. Nama dan tempat diubah demi melindungi enam Lorien yang bersembunyi. Anggap ini peringatan pertama. Peradaban lain memang ada. Beberapa diantaranya malah ingin menghancurkanmu.”
 
Nomor Empat adalah pelarian dari planet Lorien, sebuah planet yang konon makmurnya melebihi Bumi. Ia dan delapan anak lainnya dari planet itu dilarikan ke bumi bersama para pengasuh mereka. Pasalnya, planet mereka dijajah oleh makhluk luar angkasa lain yakni bangsa Mogadorian.

Setibanya di Bumi, kesembilan anak itu berpencar untuk sembunyi. Sebelumnya, mereka dimantrai agar tidak bisa dibunuh oleh Mogadorian, kecuali dua hal terjadi. Pertama, saat mereka sedang berkumpul; kedua, saat Mogadorian berhasil membunuh mereka sesuai urutan. Untuk itu, Empat dan Henry, pengasuhnya selalu hidup berpindah-pindah.

Setelah kematian Tiga, yang ditandai dengan luka membakar pada pergelangan kaki Empat, mereka memlilih Paradise, Ohio sebagai tempat persembunyian yang baru. Di kota kecil itu, Empat memilih nama John Smith sebagai identitas barunya. Dan seperti sebelum-sebelumnya, John kembali memulai hidup baru dengan orang-orang dan lingkungan yang baru pula, sambil melatih Pusaka Lorien yang dimilikinya.

Sama seperti kisah alien heroik lainnya, John Smith juga punya kekuatan-kekuatan super; berlari secepat kilat seperti Flash, mengendalikan elemen seperti Aang si Avatar, bertenaga Popeye setelah makan bayam dan lainnya. Tapi John malah jatuh cinta pada makhluk lemah ini. Nama gadis itu Sarah. Pirang, cerdas, populer dan semua kekuatan super lainnya yang dimiliki sebagian manusia sempurna. Sarah berhasil membuat John betah tinggal di kotanya dan memutuskan untuk menetap; untuk melawan Mogadorian saat mereka telah menemukannya.

Novel ini ditulis Pittacus Lore. Seseorang di antah-berantah yang mengaku sebagai tetua Loric dari planet Lorien. Ia memberikan sedikit pengantar di akhir buku. Ia tuliskan pengantar itu dalam sebuah surat. Dalam suratnya, Pittacus menjelaskan bahwa ia dan bangsanya membantu manusia dalam pengembangan peradabannya secara samar. Salah satunya dengan cara mengirimkan orang-orang dari planetnya, seperti Lenardo da Vinci, Mozart, Joan of Arc, Thomas Edison, Winston Curchill, Picasso, Ghandi dan Einstein.

Sulit menilai penulis yang disembunyikan identitasnya oleh HarperCollins Publishers ini. Yang jelas, Pit acus sepertinya benar-benar berusaha menjadikan novel berserinya ini menjadi best-seller. Dari pemilihan segmen saja, Pitacus benar-benar pintar. Ia memilih alien berusia belasan tahun dan menyelipkan romansa remaja.

Namun sayang, Pitacus terlalu bersemangat menonjolkan kisah heroik dengan alur yang tidak variatif. Dibandingkan dengan novel-novel serupa, pada dasarnya, I Am Number Four sudah cukup menarik minat pembaca genre fiksi-fantasi. Setahun setelah terbit di New York, buku ini difilmkan oleh produser terkenal Micheal Bay, Sutradara Transformer Series. Seri kedua buku ini telah keluar akhir tahun lalu di sebagian negara. Indonesia sendiri belum.

Novel yang sepenuhnya bercerita tentang kejar-kejaran alien di Bumi adalah pembuka dari seri The Lorien Legacies. “Penuh Aksi!” kata Publishers Weekly dan “The Next Twilight Saga,” kata Yahoo Movie Talk.