Friday, March 6, 2015

,   |   1 comment   |  

Kuning, Sebuah Warna Baru



Kemarin Oktober cerita pada saya. Kami bertemu di sebuah sore pengap, karena matahari belum kembali ke ufuk barat. Langit juga masih oranye. Bocah berkacamata itu masuk ke kamar saya. muka dia juga pengap. Singkat cerita, rupanya dia habis pulang olahraga sore-sore: lari-lari kecil, push up, sit up, dan semacamnya.

“Sejak kapan, O?” saya, tentu, kaget. Setengah. Mati.

“Baru dua hari ini,” kata Oktober. “Harusnya sih sejak dua bulan lalu,” tambahnya sambil melempar handuk basah bekas keringat ke arah saya. Untungnya meleset.

Saya menyumpah, tapi dia tak peduli. Beberapa menit berlalu dengan jeda panjang, akhirnya dia buka mulut duluan. Soalnya, saya sibuk menonton dengan earphone terpasang sebelah saja, hanya di telinga kiri. Jaga-jaga kalau Oktober hendak mengobrol. Dan ternyata benar.

Kali ini Oktober menceritakan orang baru. Sebenarnya tidak terlalu baru, karena orang yang diceritakan Oktober ini sudah kami kenal sejak pertengahan tahun lalu. Tapi, Oktober baru menyadari kalau dia punya interaksi yang aneh dengan orang tersebut.

Sebut saja namanya Kuning. Tentu bukan nama sebenarnya. Kenapa Kuning? Karena di sepenggal cerita panjang Oktober ada sekali ia bilang, “entah kenapa, warna kuning melintas di pikiran saya waktu mengingat gadis ini.”

Kuning adalah junior Oktober di jurusan dan fakultas yang beda. Kenalnya di organisasi. Tapi tak terlalu lama, karena Kuning punya masalah yang buat dia jadi harus keluar dari organisasi itu.

Tapi yang aneh adalah interaksi yang dilakukan Oktober dan Kuning. Mereka berdua jarang bertemu. Pernah sekali di sebuah KFC depan Gramedia. Dan tentu saja yang terjadi adalah, Kuning jadi orang yang paling ramah dan protagonis. Sementara Oktober adalah si canggung yang tolol dan bodoh dalam berinteraksi. Padahal, beberapa kali mereka terlibat perbincangan dalam tentang filosofi hidup dan segala tetek-bengeknya.

Kuning selalu memulai perbincangan melalui Line, dan curhat tentang beberapa kasus. Oktober selalu diminta jadi orang yang menanggapi dan memberi solusi. Si bodoh itu kadang keseringan bingung. Dan karena dia bodoh, dia sering terkejut dengan respon Kuning yang ternyata senang dengan jawabannya.

Ini jadi unik karena Kuning dan Oktober hampir tak pernah bertemu. Tapi obrolan mereka dalam.
Dalam hidup si bodoh Oktober, ini kali pertamanya dia punya interaksi aneh begini. Katanya, dia berasa jadi bimbingan konseling. “Tapi seru,” kata Oktober. Di saat yang sama ia merasa punya teman pena. Meski tanpa harum kertas atau tinta.

Kuning jadi semacam warna baru dalam hidup aneh Oktober.

1 comment :

  1. Halo kuning.. Pada cerita selanjutnya, tolong muncul dan mengejutkan saya ya...

    ReplyDelete