Seorang
kawan di ask.fm baru-baru ini tanya begini ke saya: Prestasi yang paling
berkesan pernah diraih dari kecil sampai sekarang? Dan paling ingin diraih?
Lantas, untuk pertanyaan pertama saya menjawab: jadi Koordinator Online SUARA
USU 2013.
Kemarin, 30 Juni 2015,
sebuah pesawat Hercules punya TNI jatuh di Simpang Simalingkar, Medan. Jaraknya
hanya beberapa menit perjalanan dengan angkot dari USU, kampus saya. Tapi
kebetulan saya sedang tidak di Medan, saya di rumah di Binjai, sekitar sejam
dari Medan.
Tentu kabar ini mengejutkan. Ada beberapa orang yang perlu
dikhawatirkan kabarnya karena tinggal di daerah tersebut. Beberapa kawan dan
famili.
Kabar ini ternyata menyebar cepat. Beberapa kawan yang
mengkhawatirkan orang yang sama lantas bertanya kabar mereka di salah satu grup
Line yang saya ikuti. Grup itu namanya SUARA USU, tempat semua anggota dan
alumni organisasi Pers Mahasiswa di USU itu berdiskusi, bertukar kabar, atau
kadang hanya saling bertukar canda. Ada juga beberapa mantan anggota yang tidak
jadi alumni juga sih. Intinya, melalui grup itulah kawan tadi bertanya kabar
kawan lain yang tinggal di sekitar daerah tersebut.
Maklum, pada saat itu, berita tentang tempat jatuhnya
pesawat masih belum terverifikasi, MetroTv hanya bilang kawasan Padang Bulan,
Jalan Jamin Ginting. Wajar kalau kekhawatiran membuncah. Bahkan, seorang kakak
dari Jakarta juga turut menanyakan kabar, saking khawatir.
Tapi seorang kawan yang tinggal di daerah Simalingkar
menjawab. Dia bilang kejadiannya di Simpang Simalingkar. Dan setahu saya, tanpa
mengurangi empati saya kepada korban dan keluarganya, tak ada yang saya kenal
di sana. Itu kabar baik buat kami.
Karena grup itu adalah media yang mempertemukan alumni
seperti saya dengan anggota, maka saya berceletuk, “sudah ada di suarausu.co
berita atau videonya?”
Saya pikir, sebagai satu-satunya Pers Mahasiswa di USU yang
kedudukannya sebagai UKM Universitas, SUARA USU tak boleh kehilangan momen
memberitakan kejadian ini. Apa lagi mereka punya portal berita online yang bisa
dibuka seluruh dunia. Bernama suarausu.co.
Kalau bisa mengabarkannya dengan cepat, tentu hal ini jadi area pembelajaran
yang besar bagi awak-awaknya.
Salah seorang anggota beberapa saat kemudian menjawab
pertanyaan saya, “Lagi diliput, Bang,” katanya. Tak berapa lama, twitter
@SUARAUSU memang sudah mengicaukan #livetweet dari lokasi jatuhnya pesawat.
Beberapa awak tampaknya diturunkan ke sana. Tebakan saya, mungkin empat sampai
lima orang. Tebakan ini muncul dari pengalaman saya dulu bergabung di
organisasi ini. Mereka biasanya akan dibagitugaskan, beberapa orang meliput
untuk nanti dituliskan sebagai straight
news di suarausu.co, yang lainnya
mengejar gambar, dan satu orang biasanya akan melaporkan langsung lewat twitter
resmi SUARA USU. Ah ya, sekarang suarausu.co
juga punya rubrik video. Pasti juga ada awak yang diturunkan untuk rubrik ini.
Mendadak adrenalin saya mengalir kencang di sekujur
epidermis. Teringat masa-masa kejayaan saat masih bisa meliput peristiwa
serupa. Tentu bukan pesawat jatuh, tapi sama besarnya. Semisal demo buruh pada
Mei 2012 yang berhasil merusak Bandara Polonia.
Mendadak saya terkenang betapa menyenangkannya jadi anak
SUARA USU. Betapa membanggakannya jadi Jurnalis Kampus.
***
Hari ini, 1 Juli 2015, SUARA USU berulang tahun yang
keduapuluh. Genap dua dekade usianya. Saya belum dapat kabar dari anggota
tentang bagaimana usia dua dekade ini akan dirayakan. Pesta besar yang
dilakukan terakhir seingat saya waktu SUARA USU merayakan dekade pertamanya,
dan tahun kemarin saat ulang tahunnya yang ke-19 diserentakkan dengan perayaan
pembukaan acara tahunan mereka, SALAM ULOS.
SALAM ULOS ini adalah acara pelatihan jurnalistik bagi
anggota pers mahasiswa se-Indonesia. Biasanya mengundang jurnalis skala
nasional untuk jadi pemateri dan diadakan di luar Medan. Sebuah acara besar
yang jadi kebanggaan SUARA USU dan anggotanya.
Mungkin tahun ini ulang tahun akan dirayakan besar-besaran,
dengan melakukan beberapa perlombaan seperti tahun kemarin, atau bisa jadi
tidak. Saya masih belum tahu sama sekali.
Tapi, yang pasti ulang tahun hari ini dirayakan oleh semua
anggota dan alumni. Grup Line itu sudah ribut sejak dini hari. Semua orang suka
cita mengucapkan selamat. Di instagram, anak-anak SUARA USU juga merayakan hari
ini dengan gambar-gambar serta caption sentimental.
Kami, biasanya menyebut SUARA USU sebagai Rumah Tanpa Jeda.
Ia dijuluki demikian sungguh dengan alasan yang tak
berlebihan. SUARA USU memang rumah kedua bagi para anggotanya, tempat yang akan
selalu dituju saat tiga tahun menghabiskan masa bakti. Bahkan bagi mereka yang
anak kos, bisa jadi SUARA USU ini adalah rumah pertama. Sebab, kegiatan di
rumah ini memang tak ada habis-habisnya. Wajar saja sebenarnya, sebab SUARA USU
adalah sebuah media. Sekarang saja dia punya empat produk: majalah, tabloid,
koran dinding, dan sebuah portal berita online.
Semuanya dikerjakan dalam waktu bersamaan. Tak hanya di
keredaksiaannya saja, semisal liputan, menulis berita, mendesain halaman produk
cetak, mengambil gambar, mengilustrasikan berita, atau menyunting semuanya.
Tapi anggotanya juga disibukkan kegiatan lain seperti sirkulasi (istilah untuk
menjual produk cetak langsung ke pembeli), menyebar kuesioner riset, mencari
iklan, atau bahkan membentuk kepanitiaan dalam berbagai macam acara. Bayangkan!
Semua hal ini dilakukan dalam waktu bersamaan, sebab semua anggota, apa pun
jabatannya, punya tanggung jawab yang sama.
Jadi, wajar kalau Anda yang berkawan dengan anak SUARA USU,
sering menggoda mereka sebagai ‘mahasiswa sok sibuk’. Program kerja organisasi
ini memang setumpuk. Itu yang membuat mereka produktif.
Itu yang membuat mereka jadi lebih ‘kaya’ ketimbang
mahasiswa biasa-biasa saja.
Kalau mahasiswa biasa sudah mengeluh karena menjalankan
beban SKS dari kampus, maka awak SUARA USU malah akan dimarahi di rapat harian
kalau berani-beraninya mengeluh karena program kerja yang biasanya sudah
disepakati bersama. Jadi, mereka tak akan sempat mengeluh tentang beban SKS
dari kampus.
Sebagai Jurnalis Mahasiswa, awak SUARA USU memang jadi punya
tanggung jawab lebih. Mereka jurnalis, tapi mereka juga mahasiswa. Mereka
mahasiswa, tapi juga jurnalis. Keduanya punya peran penting yang sebenarnya
susah diselaraskan. Sebab keduanya punya beban masing-masing. Tapi begitulah
SUARA USU mengajarkan awak-awaknya. Jadi anak SUARA USU tak berarti harus
keteteran kuliahnya. Ada beberapa anak SUARA USU yang menyabet gelar Mahasiswa
Berprestasi di fakultasnya. Bahkan pernah ada yang jadi Mahasiswa Berprestasi
USU tahun 2011.
Hal ini saya pikir, adalah salah satu hal besar yang
ditanamkan budaya organisasi ini kepada anggota-anggotanya.
Kepada saya sendiri, kesempatan menjadi Koordinator Online
pada 2013 adalah salah satu hadiah besar dari organisasi ini.
Koordinator Online adalah jabatan untuk kepala produk
online. Kurang lebih tanggung jawabnya memimpin semua redaktur, baik redaktur
tulisan, redaktur foto, dan redaktur artistik, di bagian online untuk membuat suarausu.co bernafas setiap harinya. Ia
semacam tangan kanan Pemimpin Redaksi. Kalau di media cetak, jabatan ini biasa
dikenal sebagai Redaktur Pelaksana.
Melalui posisi ini saya belajar banyak sekali hal tentang
media. Terutama kondisi media hari ini. Baik yang kami—Pers Mahasiswa
se-Indonesia—alami, pun yang dialami media mainstream. Seperti, betapa
potensialnya media online ini di era digital begini, bagaimana jurnalisme
online itu, atau bagaimana rasanya jadi yang paling terdepan dan tercepat dalam
memberitakan. Di sini saya juga mulai mempelajari apa-apa saja yang bisa
membuat sebuah media maju, dan apa yang bisa menjatuhkannya. Di tahun itu, idealisme
saya makin terasah.
Secara pribadi, bahkan saya, tanpa melangkahi kehebatan
Koordinator Online-Koordinator Online pendahulu saya, mulai dari Bang Pur
sampai Bang Muslim, menganggap suarausu.co
sebagai salah satu karya terbaik saya selama hidup. Mengelolanya membuat saya
bangga alang kepalang.
Makanya saya merinding saat melihat semangat awak SUARA USU
terjun ke lapangan, kemarin, ke tempat Hercules itu jatuh. Pasalnya, pengalaman
saya dua tahun sebagai Dewan Redaksi SUARA USU bilang kalau bukan hal mudah
untuk berharap anggota sadar liputan mengisi suarausu.co di masa Ramadan begini. Sebab, tak peduli sebesar atau
selama apa pun sebuah organisasi berdiri, ia pasti punya masalahnya sendiri. Demikian
pula SUARA USU.
Ramadan biasanya jadi masa-masa puncak tersendatnya update
berita di suarausu.co. Kalau boleh
bilang maklum, saya mau bilang, maklum anggotanya kebanyakan pulang kampung. Ini
biasanya akan jadi masalah sendiri di kepala Koordinator Online yang bikin
pening. Sebab sebagai media online yang memang seharusnya terbit setiap saat,
SUARA USU tak boleh beralasan apa pun atas ketersendatan tersebut. SUARA USU
tahu konsumen tak mau dengar masalah-masalah internal begitu. Mereka hanya
ingin berita, haus informasi.
Itu hanya sedikit contoh masalah yang dihadapi organisasi
Pers Mahasiswa seusia SUARA USU. Saya bisa saja jabarkan lebih banyak, tapi
bukan ini tujuan tulisan ini. Bukan untuk cari-cari masalah.
Tulisan ini hanya ingin mengucapkan selamat kepada SUARA USU
atas eksistensinya yang sudah genap dua dekade. Tentu usia segitu sangat
mengharukan bagi para pendahulu-pendahulu kita, yang berjuang hingga SUARA USU
yang sekarang bisa kita nikmati. Saya juga tahu kalau kawan-kawan pengurus
sekarang juga tengah berusaha demi SUARA USU yang lebih baik di kemudian hari,
sama seperti yang saya dan alumni lain lakukan di masanya. Maka untuk itu, saya
ucapkan terima kasih untuk kita semua.
Tapi, melalui tulisan ini juga saya ingin bilang sesuatu kepada
para anggota sekaligus para alumni. Mumpung saya masih alumni muda yang
sesekali pikirannya masih sentimental memikirkan kemajuan SUARA USU. Belum jadi
alumni yang harus berpikir serta bekerja keras demi memuaskan sejengkal perut
ini, serta tuntutan moral menaikkan haji orangtua. Hihihi
Saya ingin bilang kalau, bijak kiranya jika kita semua
memaknai umur dua dekade ini dengan tidak sembarang. Saya pikir, Bang Yulhasni
dan Bang Rusli selaku Pemimpin Redaksi dan Pemimpin Umum pertama SUARA USU pasti
setuju kalau saya bilang organisasi ini sungguh sudah lebih maju dari dulu
ketika mereka memulainya. Tapi, saya pikir beberapa orang juga setuju kalau
yang dihadapi anggota periode ini tak terlalu jauh berbeda dengan apa yang
dialami anggota (setidaknya) empat periode sebelumnya (saya hanya bisa meraba
sejauh itu). Maksud saya, wajar kalau apa yang dirasakan Pemimpin Redaksi
sekarang sama dengan apa yang saya alami saat jadi Pemimpin Redaksi tahun lalu.
Sebab kami tak berjarak. Tapi masalahnya, yang dihadapi Pemimpin Redaksi tahun
ini masih sama dengan yang dihadapi Pemimpin Redaksi 2010. Misalnya, harus
kehilangan Redaktur Pelaksana.
Saya tak punya tendensi apa-apa di sana, kecuali bahwa
sistem SUARA USU masih sama setidaknya empat sampai lima tahun belakangan.
Misalnya sistem sirkulasi, sistem proyeksi berita, sistem keanggotaan dan
lainnya. Ada yang berubah tapi tak terlalu banyak. Tak seperti semestinya, saya
pikir.
Sebab kalau mau melihat perubahan zaman yang cepat, masa
2010-2011, perkembangan online tak seperti sekarang. Media sosial belum bejibun seperti sekarang. Hemat saya,
apa yang dilakukan anggota sekarang seharusnya tak sama dengan apa yang
dilakukan anggota pada periode itu.
Saya langsung pada contohnya. Misal, rapat harian dan rapat
lain-lain yang dimiliki SUARA USU. Saya tak tahu sejak kapan, tapi hingga saat
ini belum ada pengurus yang berani merombak sistem rapat ini untuk jadi lebih
efisien, meski sebenarnya yang dikeluhkan anggota adalah hal ini-ini saja. Saya
tak bilang rahar tak penting, sebab dari sana saya belajar untuk berpikir
runut, bahkan saya belajar bisa bicara di sana. Tapi kalau ada yang bilang tak
efisien, saya pikir itu benar juga.
Saya pikir sistem sirkulasi yang langsung terjun face-to-face juga sudah sangat kolot. Sistem
pelanggan seharusnya sudah lebih maju dari apa adanya yang terjadi hari ini.
Seharusnya tenaga dan waktu anggota jauh lebih diperhemat oleh kemajuan zaman
dalam hal sirkulasi ini.
Sistem pembagian kerja juga bisa lebih diefisienkan. Redaksi
sebenarnya bisa fokus bekerja atas anggotanya sendiri saja, tak perlu lagi
mengurusi anak Perusahaan, Litbang, bahkan Umum. Begitu juga sebaliknya. Maksudnya,
seorang reporter tak perlulah dibebankan tanggung jawab mencari iklan atau
menyebar kuesioner. Biarlah ia fokus dengan tugasnya meliput berita dan mengisi
produk.
Pun begitu dengan staf perusahaan yang bisa fokus dan gencar
mencari iklan, tanpa harus ribet dikenakan tanggung jawab mengambil berita. Sama
dengan staf litbang yang bisa membantu koordinatornya memperbaiki riset-riset
SUARA USU sehingga tak perlu mentah lagi, syukur-syukur kalau bisa menerbitkan
jurnal ilmiah, seperti Balairung, UGM.
Bukan apa-apa, hal ini saya pikir jauh lebih baik bagi
kesehatan anggota. Sehingga pekerjaannya bisa lebih efisien. Seluruh pekerjaan
SUARA USU jadi lebih efisien.
Jangan takut tidak bisa belajar menulis bagi yang di luar
redaksi. Sebab, redaksi bisa saja membiarkan seluruh anggota untuk mengisi
produk, hanya saja tak ada tanggunggan beban seperti sebelum-sebelumnya. Biarlah
yang menanggung beban itu bagian redaksi saja seperti semestinya. Sebagaimana pemasukan
SUARA USU seharusnya jadi tanggung jawab Perusahaan dan Bendahara Umum bersama.
Dan perkembangan anggota jadi tanggung jawab Litbang. Semua bagian bisa
menerapkan sistem ini.
Sebab, dengan sistem sekarang di mana seluruh anggota punya
tanggung jawab yang sama, sering sekali membuat kita kesulitan mencari pangkal
utama masalah. Sebab semua orang berkontribusi melakukan kesalahan.
Misalnya ketika seorang Manajer Sirkulasi terlambat mengirim
tulisannya ke Redaktur sehingga memungkinkan terlambatnya Redaksi melalui
Redpel mengirim bahan yang ingin dicetak ke Perusahaan yang harusnya diterima
oleh Manajer Sirkulasi sendiri. Di sini kan ada dua masalah yang terjadi. Satu,
Redaktur tidak bisa membuat reporternya yang mana adalah Manajer Sirkulasi
untuk tepat waktu. Dua, reporternya yang padahal adalah seorang Manajer
Sirkulasi tak sadar kalau keleletannya lah yang menyebabkan masalah.
Hal begini saya yakin masih terjadi hingga sekarang. Mungkin
dengan kasus jabatan yang berbeda. Misalnya, redaktur cetak yang adalah
reporter sebuah rubrik terlambat mengirim laporannya kepada Korlipnya yang
adalah Bendahara Umum. Sehingga Bendahara Umum harus dimarahi Pemimpin Redaksi
karena telat tenggat.
Ah ya satu lagi. Saya pikir Litbang juga kembali saja ke
formasi awalnya dibentuk. Kalau saya tak salah, dulu Litbang berisikan
orang-orang mapan dari Redaksi dan Perusahaan sebagai formasi awal. Sehingga
anggota Litbang, yang notabene-nya adalah bagian yang paling bertanggung jawab
atas perkembangan skill anggota dan regenerasi organisasi jadi punya banyak
pandangan, terutama dari mereka yang pernah langsung berada di Redaksi dan
Perusahaan ketika memikirkan masalah bagian lain.
Dengan format begini saya pikir pekerjaan Litbang bisa lebih
berkualitas, ketimbang harus merekrut anggota mentah untuk langsung jadi staf.
Kadang yang terjadi adalah, staf itu masih setengah tahun jadi anggota kemudian
harus naik jadi koordinator. Misalnya Koordinator PSDM di dua periode terakhir.
Bagaimana mungkin seorang anggota baru bisa mengonsepkan sebuah pelatihan yang
benar-benar dibutuhkan anggota di periodenya, jika dia sendiri belum pernah
dapat pelatihan dari SUARA USU dan masih ikut pelatihan yang dibuatnya.
Sungguh, opini terakhir saya tidaklah bertedensi apa-apa
selain ingin yang terbaik untuk SUARA USU. Begitu pula dengan pokok-pokok
pikiran yang saya sampaikan di atas.
Ini hanyalah bentuk kepedulian dari seorang alumni. Jadi anggota
tak perlu baper dan tersinggung. Sekali lagi, murni muncul karena ingin yang
terbaik untuk kita, untuk SUARA USU. Maka dari itu, semoga dapat diterima
dengan baik. Mungkin, sesekali kita bisa diskusikan di grup, bersama alumni
lain yang mungkin merasa sama seperti saya, atau pun yang merasa opini saya tak
pas dengan pandangannya.
Akhir kata, saya tutup dengan Hidup Mahasiswa! HIDUP SUARA
USU! SELAMAT #2DEKADE!
😊😹
ReplyDeletekamu ndak ngerti ya? hehe
Delete