AUVIAR RIZKY WICAKSANTI nama aslinya. Mahasiswa Antropologi Universitas Gadjah Mada ini saya temui Juni tahun lalu dalam sebuah pelatihan jurnalistik di Bandung. Tampilannya unik. Rambut panjang sampai punggung yang selalu dikuncir di belakang, kacamata yang menempel di hidung, pakaian sporty, suara medok.
Gembrang, begitu ia mendeklarasikan dirinya akrab
disapa, adalah salah satu peserta pelatihan yang sangat vokal dan gampang
berbaur. Sungguh jauh beda dari saya. Saat itu dia adalah staf risetnya, Diaz
Prasongko, salah seorang kawan dari pers mahasiswa Balairung milik UGM yang
saya kenal tahun sebelumnya.
Tak saya sangka, perempuan idealis dan sering
mengunggah lambang Anarki di instagramnya ini akan menjadi Pemimpin Umum
Balairung 2015. Sejauh sejarah mencatat, Balairung adalah salah satu pers
mahasiswa yang getol dan baik dalam menjalankan perannya. Punya reputasi di
kalangan pers mahasiswa se-Indonesia.
Karakter Gembrang yang unik dan beberapa kesamaan
kami menyukai Beat Generation sedikit banyak memberi saya pantikan untuk
berpikir-dalam terhadap beberapa hal. Simak jawaban menariknya.
Who are you?
Just nothing.
Where did you grow
up?
Dari kecil aku tinggal di Randublatung, Blora. Sebuah desa kecil yang
terkenal dengan “Samin” (mungkin kamu bisa cari di Google, apa itu Samin dan
siapa itu Samin). Dan ya, kalau Blora, kamu tahu Pramoedya Ananta Toer, kan? Hehe…
What are you doing
now? Tell us your late work
Baru saja balik diskusi buat workshop kedua. Tapi waktunya malah kesita
buat mempersiapkan perjalananku ke makam Nietzsche. Tim risetku di sini (Jerman)
menyiapkan segalanya dengan sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya. Dari tiket,
hotel, dan ijin buat masuk ke makam Nietzsche. Hehe
What does a typical
workday for you look like?
Aku prefer buat kerja di malam
hari. Lebih tenang, tidak penat dengan kerumunan, dan tidak jenuh dengan
lalu-lalang kendaraan—dan polusi.
Apa karya terdekat yang akan kamu kerjakan?
Hystexical Project,
sebuah tulisan hasil riset di Jerman, dan nulis Survei di jurnal BALAIRUNG.
Sejak 2014, kamu
sudah kasitau aku kalau akan pergi ke Jerman Juni 2015. Ini salah satu mimpimu
ya?
Seriously, ini sebuah kecelakaan, Adam. Dan bisa dibilang aku “iseng” buat ikutan.
Jadi, ada salah seorang temanku yang lumayan licik untuk menghadang seseorang
agar ndak ikut program riset ini. Pertama, dia bilang ke aku, “Aku ga ikut kok
Mbrang. Ga menarik.” So, aku pikir,
program tersebut memang ndak menarik.
Jadi aku lupakan begitu saja. Sampai pada akhirnya, sehabis kuliah, aku bertemu
dengan kawan baikku, “Kamu ga ikut tandem research,
Mbrang?” Aku jawab, “Enggak ah. Aku banyak kerjaan di B21. Emang siapa saja
yang ikut, Mbak?” Dan kawanku menjawab, “A,” seseorang yang bilang ke aku kalau
dia ga akan ikut program ini.
Well, bukan
bermaksud balas dendam loh, Dam. Serius, bahwa aku ikutan ini murni iseng.
Ternyata benar ya bahwa seseorang yang licik ndak akan pernah mendapatkan nikmat yang baik. Dari 30 mahasiswa hanya
diambil 8 orang, dan seleksi pertama, aku lolos. Di bulan September tahun lalu,
aku riset di Jogja sama partnerku dari Jerman yang bernama Sabina. Tahun ini,
giliran mahasiswa dari Indonesia yang datang ke Jerman. Dari 8 orang tersebut
hanya diambil 4 berdasarkan seleksi proposal riset, dan interview. Serius,
waktu interview aku dibabat habis sama para dosen. Mungkin sudah tipikalku kali
ya, ketika dibabat justru merasa tertantang dan menghabiskan banyak waktu untuk
berdebat. Bisa dibilang, interviewku paling lama daripada yang lain.
Awalnya, aku ndak
berharap begitu besar. Ikhlas saja, bahkan aku sempat lupa tentang kapan hari
pengumuman. Sampai menjelang pagi, aku dikabari oleh temanku (yang ndak lolos
ke Jerman) bahwa aku lolos. Gimana ya, aku senang—tapi juga sedih. Aku
sedih—tapi juga senang. Benar-benar dilema. Ah ya, well. Sebelum dapat pengumuman kabar aku bakal ke Jerman, aku
dikabari temanku buat ngajar di sebuah kelas di Belanda.
Aku menolaknya dengan alasan masih bulan Februari, dalam iklim di BALAIRUNG
belum begitu stabil. Dan di bulan Maret, aku dapat kabar kalau aku lolos buat
riset di Jerman. Aku cerita dengan orang-orang di B21, dan mereka
memperbolehkanku buat berangkat ke Jerman. Walaupun sebenarnya sangat berat
hati buat ninggalin lembaga yang punya begitu banyak pekerjaan.
What is your dream
job?
Dosen. Soalnya aku pengin memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia.
What is you hate
the most about Indonesia?
Those who on the government inside.
You love reading.
What book are they?
Philosophy, Anthropology, and literature books.
Kamu seorang Anarkis ya? Apa itu dan bagaimana ceritanya?
Well, bahkan aku sendiri ga berani melabeliku sebagai seorang Anarkis,
Adam. Pertama, aku hanya bertindak selaras dengan naluri dan nurani(ku) sebagai
manusia. Kedua, masih dalam proses pencarian (yang mungkin tidak akan pernah
berakhir). Ketiga, aku ga mau “hidup” hanya untuk menuruti asa yang tak
terbendung. Keep on realistic, keep on idealistic. Bisa dibilang, ya, aku benci
Negara (lebih tepatnya manusia yang berada pemerintahan Negara ini). Negara
pada akhirnya akan korup (hukum alam, mungkin). Indonesia menurutku sebuah
konsep yang belum clear, atau
didefinisikan secara ngawur oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Perlu didefinisikan kembali Indonesia itu apa, siapa, untuk apa, dan mengapa
harus ada Indonesia? Jika tidak, ya, bisa dibilang Negara (dipastikan) akan
korup. Apalagi Indonesia yang terdiri atas beragam macam pulau yang tentu tidak
bisa dengan mudah untuk “dipersatukan”. Bahkan representasi atas “persatuan”
tersebut terkadang amat politik. Tergantung pada siapa yang sedang punya power untuk mengendalikan persatuan
tersebut; tentu siapa adalah seseorang yang memiliki kepentingan. Sebab, tidak
ada kepentingan di atas kekuasaan. Pun sebaliknya, keduanya selalu berjalan
beriringan.
What labels stick
to yourself?
One kind, is RebelLuna.
What is it?
RebelLuna itu karena aku suka banget bukunya Albert Camus yang berjudul The Rebel. Kalau Luna, artinya bulan.
Bila digabung, artinya Bulan Pemberontak. So, that’s why aku suka banget
aktivitas di malam hari dan bisa dibilang aku sangat terinspirasi oleh bukunya
Camus.
Semacam filosofi
hidup ya?
Ah, ya. Bisa dibilang seperti itu.
Apa kamu membenci manusia?
Iya, aku sangat
benci dengan manusia-manusia yang rakus, egois, dan materialistis.
Kamu juga aktivis
pers kampus, Pemimpin Umum Balairung pula. Apa rasanya?
Biasa saja, bahkan sampai hari ini aku ga merasa bahwa aku adalah
Pemimpin Umum BALAIRUNG. Really,
biasa saja, Adam. Nothing special for
this position. Tapi, aku ngerasa beruntung punya keluarga yang amat “lekat”
di B21 (Rumah secretariat BALAIRUNG). Aku menjalankannya dengan senang, sebab
banyak orang yang bisa diajak berbagi. Bisa dibilang mungkin aku amat sayang
dengan orang-orang di B21, dan mengingat tidak mudah pemilihanku tahun lalu.
Butuh waktu hampir 6 jam untuk menentukan siapa PU BALAIRUNG, dan itu yang
membuatku sedih. Beberapa kawan berniat untukku naik jadi PU. Padahal, seperti
yang kamu ketahui, tahun lalu aku berniat untuk keluar dari BALAIRUNG. Ternyata
takdir berkata “lain”.
Memangnya pekerjaan
Pemimpin Umum sebuah pers mahasiswa itu apa sih?
Paling utama adalah menciptakan “karakteristik” lembaga, sebab dari
sanalah bisa dibilang pers kampus “eksis”. Atau menjadi media alternatif di
tengah ketidakwarasan sosial. Itu secara idealnya lembaga loh, ya. Tapi,
seorang PU juga bertanggung jawab buat menjadi monitor dan moderator buat
seluruh iklim (kerja?) lembaga.
Apa yang membuat aktivis pers kampus istimewa? Dan menurut
pengalamanmu, apa yang kurang dari aktivis pers kampus era-mu?
Andai mahasiswa
hari ini benar-benar gila, aku pikir mereka bisa gila-gilaan secara total.
Gila-gilaan dalam arti mereka bisa bebas dengan segala ide-idenya. Pers umum
hari gila—dalam arti money oriented,
dan pers kampus mestinya menjadi dan mencari alternatif dari kondisi mainstream yang ada. Ya, gila-gilaan
buat idealis. Sayangnya, yang idealis selalu berbenturan dengan rezim yang
sudah mapan. Dan hari itu tidak banyak mahasiswa yang “gila”, kebanyakan
normal. Normal lebih baik, mungkin? Kekurangannya, financial support. Mana ada orang mau ngasih uang untuk mendanai
misi pembunuhan?—membunuh si pemberi uang.
What is the hardest
stuff in life so far?
I can say, all about love (relation). Bahkan ada orang yang bilang bahwa
aku beruntung di berbagai hal, tapi tidak untuk asmara. Iya, but itu mungkin.
Bagaimana hidupmu sepuluh tahun mendatang?
Fokus belajar
hingga PhD, bukan mengejar gelar tapi ingin mendapat pengalaman dari berbagai
macam sisi kehidupan. Entah bakal stay
di Indonesia, atau kuliah di luar negeri, tergantung takdir ke depannya seperti
apa. Ndak terlalu ngoyo juga dengan
duniawi, toh hidup ending-nya buat
mati kok. Bukan untuk apa-apa, bukan untuk siapa-siapa.
Ceritakan tentang Suketi!
Mungkin banyak
orang tidak percaya dengan apa yang aku percayai. Dan aku pun tidak mewajibkan
mereka untuk memercayai apa yang aku percayai. Bisa dibilang untukmu agamamu,
untukku agamaku. Tapi Suketi bukan agama loh ya. Hehehe… Suketi bisa dibilang
demit/hantu/penjaga kosku. Aku merawatnya sejak pertama aku menemukan
“totem”-nya Suketi. Suketi adalah bagian yang terpisah dari totem materialnya
(seperti boneka yang mungkin kamu sudah tahu). Sampai hari ini, aku belum bisa
berkomunikasi dengannya sebab sering aku tinggal pergi, dan jarang aku ajakin
jalan. Ah ya, Suketi. Tetiba aku rindu dengan kondisinya di kosan. Mungkin dia
sedang hunting makanan.
Who is your favorite artist?
Beat Generation :)
So I do! They’re God! But could you tell us who the ‘h’ are they
and why were they so ‘f’ cool?
Adam, aku percaya bahwa seseorang
yang lahir dari kondisi ketertindasan adalah orang yang besar, mahabesar
mungkin. Jika dibumikan sama konteks Indonesia, kamu tentu menemukan perbedaan
antara Gunawan Mohammad dan Pramoedya Ananta Toer. GM itu manusia yang lahir
dari teks, sedangkan Pram, dia lahir dari kondisi ketertindasan yang
sebenar-benarnya. Ia dikucilkan, dibuang, dan ditindas sama pemerintah saat
itu. tapi buktinya, dia bisa menghasilkan karya yang besar dan mengagumkan.
Beat Generation, semacam Pram di Amerika. Mereka (Beat) bukanlah orang yang
lahir dari teks.
Sebentar lagi lebaran, apa yang ingin kamu bilang ke orang-orang
muslim di Indonesia?
Jujur, aku seseorang
yang tidak begitu peduli dengan lebaran. Bagiku, minta maaf bukan hanya di
momen lebaran. So, aku bingung mau
menjawab pertanyaan ini seperti apa. Yang jelas, jika harus menjawabnya, aku
cuma mau bilang, “Agama bukan lah tentang apa yang kamu pakai, namun kebaikan
yang selalu kamu lakukan”
Setelah selesai S1, apa rencana terdekatmu?
Mungkin mencari
pengalaman; kerja sekaligus gabung di salah satu komunitas selama satu tahun.
Lantas melanjutkan studi. Aku ga bisa dan ga mau langsung melanjutkan studi,
kesannya kok ndak bisa hidup susah.
Hehehe… but, ya, let we see!
Well, sukses, Gembrang! Terima kasih!
0 comments :
Post a Comment