Friday, June 12, 2015

  |   No comments   |  

Bercumbu Dalam Diam





Kata orang, mulailah menulis dengan sesuatu yang kau suka.

Belakangan otakku memang buntu; tak ada siapa-siapa yang muncul di kepalaku, minta dituliskan ceritanya. Kalau kau menebak “siapa-siapa” itu sebagai tokoh-tokoh yang ada di cerita-ceritaku, kau benar. Biasanya memang begitu. Dalam sehari, bisa  saja ada satu atau dua tokoh yang datang kepadaku, menceritakan siapa mereka dan bagaimana latar belakang hidupnya. Lalu, bersama-sama kami memilah potongan cerita mana yang akan kutuliskan untuknya. 

Misalnya, Attaria. Kalau kau tidak lupa, Attaria adalah wanita-pribumi-paling-beruntung-kisah-cintanya, yang jadi tokoh utama dalam Surat Cinta Perak. Ia datang pertama kali padaku saat aku masih abege SMA. Wajah teduh dan suara berwibawanya berhasil meyakinkanku untuk mendengarkan kisahnya. Kami duduk di ruang tamu rumah orangtuaku. Aku pegang secangkir milo hangat, saat Attaria berhasil membuatku menangis atas cerita cintanya yang begitu manis. Saking manisnya, milo hangat waktu itu malah mendadak terasa hambar.

Selain karena begitu manis, dan original, cerita Attaria dan Nik, suaminya, sedikit-sedikit menyerempet kisah cinta Ayah dan Ibu. Meski tak sama persis, ada isu berbeda keyakinan yang membuat kisah dua pasang ini punya proksiminitas tersendiri buatku.

Tak hanya Attaria, ada puluhan kadang ratusan tokoh yang datang padaku dengan hasrat berbagi cerita. Tapi biasanya tak semua bisa kudengarkan. Aku yang bloon ini kadang terlalu bloon untuk bisa mengatur waktu dengan mereka semua, sehingga tak jarang pula berakhir mengecewakan mereka. Seperti Chandlabra, seorang assassin cantik yang sungguh punya kisah hidup menarik. Atau Gemini, seorang nenek tua yang juga salah satu petinggi di Polda Metro Jaya, adalah salah satu contoh karakter-karakter yang sudah kujanjikan sebuah cerita, tapi sama sekali belum dimulai satu huruf pun.

Omong-omong soal janji, aku jadi teringat Savannah. Dia seorang jurnalis idealis yang kutemui beberapa bulan lalu, kalau tak salah di awal tahun ini. Padanya sudah kuikrarkan sebuah janji, bahwa sebelum tahun ini berakhir, aku sudah selesai menuliskan kisah panjangnya. Kami juga sudah berjanji untuk bertemu beberapa kali lagi, untuk mendiskusikan potongan mana saja yang ingin kutuliskan. Tapi, aku malah mangkir dari janji-janji itu. Sekitar dua bulan sudah aku menghindari pertemuan dengan Savannah. Padahal ceritanya bagus sekali.

Tahukah kau sebabnya? Sebab mengapa aku mendadak berhenti bertemu tokoh-tokoh itu? Bolehkah dengan suara lembut dan sopan-santun, kubilang bahwa kaulah penyebabnya?

Maaf, sebelumnya. Tapi kupikir aku jatuh cinta padamu.

Sebab, belakangan kepalaku hanya berisi citra-citra dirimu. Citra-citra yang terbentuk dari memoriku atas dirimu.

Ahya, sekali lagi, aku mau minta maaf. Dengan lancang, kunamai dirimu Diam. Sama seperti Rahasia, Senja, dan nama-nama lainnya yang ada di sini, Diam hanyalah panggilan intimku untukmu.
Nyaliku kepalang kecil untuk menuliskan namamu di sini. Ada banyak pertimbangan di balik itu semua. Tapi, sesungguhnya aku tak sedang ingin membahas perasaanku padamu. Aku hanya ingin menulis.

Tapi, kata orang, mulailah menulis dengan sesuatu yang kau suka. Maka, tanganku memilih untuk menulis ini, menulis ungkapan pertamaku untukmu, setelah berminggu-minggu diam-diam mencintaimu, Diam.

0 comments :

Post a Comment